Kamis, 20 Oktober 2016

Perjanjian Internasional dan Organisasi Internasional



1)      Lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan merupakan cerminan lemahnya pemerintah Indonesia dalam mempertahankan Konsepsi Negara Kepulauan Indonesia.  Hal itu seharusnya tidak perlu terjadi karena secara hukum internasional Indonesia telah berhasil memperjuangkan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982.
Lemahnya kemampuan Indonesia dalam melindungi pulau-pulau yang dimiliknya tergambar dari argumen yang digunakan di Mahkamah Internasional saat berlangsungnya sidang memutuskan nasib Pulau Sipadan dan Ligitan. Dalam upaya memperjuangkan kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut, Indonesia menggunakan argumentasi berdasarkan konvensi 1891 (Treaty Based Title). Argumen ini pada intinya mengatakan bahwa kedua pulau adalah milik Indonesia. Jelas argumen ini tidak kuat dan tidak jelas secara hukum karena hanya mengatur perbatasan kedua negara di daratan Kalimantan. Sebaliknya, malaysia menggunakan argumen pengendalian dan penguasaan efektif (effective occupation) atas kedua pulau karena selama ini negara ini sudah melakukan banyak hal seperti membangun sarana dan prasarana.
Tidak ditemukannya penyelesaian atas kedua pulau tersebut, akhirnya kedua negara sepakat untuk mencari penyelesaian melalui Mahkamah Internasional. Penyelesaian yang ditempuh tersebut, sebelumnya telah didahului kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai kesepakatan antara dua negara bahwa apapun yang menjadi hasil keputusan Mahkamah Internasionakl kedua negara wajib menerimanya sebagai keputusan yang memiliki kekuatan yang mengikat.
Putusan yang memenangkan Malaysia sebagai pemilik sah Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Mahkamah Internasional didasarkan atas pertimbangan lain yakni prinsip pengendalian dan penguasaan efektif ( effective occupation). Putusan yang diambil Mahkamah Internasional atas pertimbangan banyak aktivitas yang dilakukan kedua negara di Pulau Sipadan dan Ligitan. Berdasarkan pertimbangan effective occupation, maka malaysia dinyatakan sebagai pemenang karena jauh sebelumnya sudah memiliki banyak kegiatan dan pegembangan yang dilakukan di kedua pulau ini. Sementara aktivitas dan kegiatan yang dilakukan Indonesia itu sendiri di wilayah kedua pulau diketahui sangat minim. Selain berhasil dalam menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan, Malaysia berhasil membuktikan pemerintahannya menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan di wilayah persengketaan.
Implikasi terhadap teori cara memperoleh wilayah negara menurut saya adalah teori Occupation/pendudukan. Occupation adalah cara memperoleh suatu wilayah negara yang tidak pernah dikuasai oleh negara lain atau ditelantarkan oleh penguasa sebelumnya. Untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
a.       Wilayah tersebut harus terra nullius, yaitu wilayah  yang tidak dikuasai oleh pihak manapun. Dalam kasus ini Indonesia hanya mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Indonesia tanpa ada upaya untuk menguasai pulau tersebut melalui cara-cara tertentu, sehingga menurut Mahkamah Internasional pulau tersebut tidak ada yang menguasai.
b.      Proses kepemilikan harus dilakukan oleh negara dan bukan sektor swasta atau bahkan individual. Dengan melakukan pembanguan sektor pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia menandakan bahwa adanya niatan penguasaan atas pulau sengketa dilakukan oleh pemerintah Malaysia sendiri. Tidak hanya sektor pariwisata saja namun pemerintah juga melakuakn pengelolaan dan pemeliharaan kelestarian lingkuangan di pulau sengketa
c.       Kekuasaan terhadap wilayah tersebut harus berada dalam posisi” terbuka,terus-menerus, efektif dan damai”. Sejak Pulau Sipadan dan Ligitan dinyatan sebgai status quo, tidak ada negara yang melakukan aktivitas di pulau sengketa tersebut. Kemudian Malaysia melakukan  secara terbuka upaya-upaya mengelola pulau sengketa dengan menggunakan prinsip pengendalian dan penguasaan efektif.
d.      Negara yang menduduki wilayah tersebut harus menunjukan adanya niatan untuk melakukan penguasaan ( animus occupand)i. Niatan Malaysia untuk menduduki pulau tersebut sangatlah jelas dengan adanya upaya dari pemerintah  Malaysia dengan prinsip pengendalian dan penguasaan efektif melalui pengeloaan di berbagai sektor pemerintahan dan Malaysia sendiri berhasil memelihara dan mengelola kelestarian lingkungan di kedua pulau tersebut.

2)      Pengalaman Indonesia yang pernah gagal dalam menggunakan jalur penyelesaian melalui Mahkamah Internasional atas Pulau Sipadan dan Ligitan, bagaimanapun dapat mempengaruhi mental atau psikologis bangsa Indonesia. Artinya,pengalaman gagal ini menorehkan pengalaman yang pahit sehingga bila menggunakan jalur Mahkamah Internasional sedikit banyak akan membuat bangsa Indonesia menjadi ciut atau kurang berani
Penyelesaian dengan upaya politik hukum secara damai memiliki kelebihan bahwa upaya ini benar-benar mengedepankan damai. Upaya ini merupakan penyelesaian sesuai dengan politik luar negeri bebas dan aktif aktif.. penyelesaian secara damai ini didasarkan pada martabat bangsa Indonesia yang cinta damai, secara ksatria dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa.
Sikap yang nanti akan kita tanamkan terhadap para siswa adalah bagaimana kita membangun pertahanan dan keamanan di sekitar lokasi pulau terluar untuk memantau kehadiran kapal, pesawat asing dari seluruh wilayah NKRI. Kejadian sengketa Pulau Sipadan dan ligitan harus dipahami sebagai wahana instropeksi untuk kesatuan nusantara masa depan dengan memperdayakan masyarakat Indonesia tanpa kecuali termasuk memberikan penghargaan segala hal yang dimiliki warga masyarakat perbatasan.
Kemampuan berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat berbangsa dan bernegara merupakan kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Partisipasi dalam usaha pembelaan negara memiliki kedudukan penting dalam upaya memberikan pengetahuan,pemahaman, dan menanamkan kesadaran siswa untuk berpartisipasi dalam usaha membela negara di lingkungan masing-masing.
Dalam konteks bela negara peran pendidik ialah membangun sistem ketahanan negara melalui penanaman nilai-nilai  dasar bela negara yang meliputi:
a.       Cinta tanah air
b.      Kesadaran berbagsa dan bernegara
c.       Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara
d.      Rela berkorban untuk bangsa dan negara
e.       Memiliki kemampuan awal bela negara baik secara fisik dan non fisik
Nilai-nilai tersebut merupakan menjadi tanggung jawab guru Pendidikan Kewarganegaraan yang harus ditanamkan kepada siswa karena Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebagai bagian Pendidikan Karakter bangsa yang mencakup pembangunan sikap moral dan watak bangsa serta pendidikan politik kebangsaan.

3)      Untuk mencapai kompetensi dasar (1) Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh mahkamah internasional, setidaknya ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur dan mencapai kompetensi dasar tersebut. Dari indikator-indikator tersebut munculah materi yang digunakan untuk mencapai kompetensi tersebut. Indikator-indikator tersebut antara lain :
a.       Mengidentifikasi sebab timbulnya sengketa internasional.
Sengketa internasional adalah perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara, negara dengan individu-individu, atau negara dengan lembaga internasional yang menjadi subyek hukum internasional. Penyebab timbulnya sengketa internasional terdapat banyak faktor, misalnya masalah faktor politik, karena batas wilayah. Selain itu sengketa internasional juga dapat terjadi karena hal berikut, salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional, perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional, perebutan sumber-sumber ekonomi, perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional, adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain, dan penghinaan terhadap harga diri bangsa. Pentingya mempelajari penyebab-penyebab sengketa internasional ini karena jika kita tidak mempelajari sebab suatu masalah maka kita akan mengetahui subtansi masalah yang sedang dipersengketakan
b.      Mengidentifikasi cara penyelesaian sengketa internasional.
Setelah kita mempelajari apa penyebab dari suatu sengketa internasional, maka langkah selanjutnya ialah bagaimana kita melakukan upaya penyelesain sengketa. Upaya penyelesaian sengketa ini merupakan wujud dari menjaga stabilitas keamanan di dunia. Ada dua cara menyelesaikan sengketa internasional yaitu dengan cara damai melalui arbitrase, penyelesaian yudisial, negosiasi, jasa-jasa baik atau mediasi, konsiliasi, penyelidikan, penyelesain PBB dan dengan paksaan melalui perang dan tindakan bersenjata, retorsi, tindakan-tindakan pembalasan, blokade secara damai, intervensi
c.       Mendeskripsikan prosedur atau mekanisme penyelesaian sengketa internasional.
Mahkamah Internasional (MI) merupakan salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhag (Belanda). MI pun bertugas untuk memeriksa dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang diserahkan kepadanya. dalam mengadili suatu perkara MI berpedoman pada Traktat-traktat dan kebiasaan -kebiasaan Internasional. Adapun prosedur dalam menangani kasus sengketa pulau Sipadan dan Ligitan secra singkat sebagai berikut
                                i.            Persengketaan antar negara akan diserahkan penyelesaiannya atau di proses mahkamah internasional.
                              ii.            Dua pihak bersengketa masing-masing menunjuk seorang hakim untuk mewakili negara dalam proses persidangan.
                            iii.            Hakim wakil negara yang bersengketa memaparkan permasalahan yang menjadi sengketa.
                            iv.            Kedua hakim diberi kesempatan menyampaikan argumentasi secara lisan di hadapan musyawarah 15 hakim.
                              v.            Persidangan dilanjutkan oleh 15 hakim mahkamah internasional.
                            vi.            Komisi rancangan segera dibentuk dan komisi segera menyusun secara berurutan naskah pendapat para hakim.
                          vii.            Dari diskusi akhirnya muncul sebuah pendapat yang mendapat dukungan mayoritas hakim
Sedangkan untuk kompetensi dasar (2) Menghargai putusan Mahkamah Internasional setidaknya ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur dan mencapai kompetensi dasar tersebut. Indikator-indikator tersebut antara lain :
d.      Mengidentifikasi sistematika keputusan mahkamah internasional.
e.       Menganalisis dasar pertimbangan jarangnya negara-negara yang bersengketa mengajukan permohonan ke MI.
f.        Menyebutkan prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai.
Dari indikator di atas kita dapat memberikan contoh kasus sengketa pulau Sipadan dan Ligitan untuk menjadi bahan analisis. Dari mengidentifikasi sengketa tersebut, menganalisis dasar pertimbangan MI dan apa saja prinsip yang digunakan dalam penyelesaian sengketa,serta bagaimana cara kita menghargai keputusan MI sebagai lembaga internasional yang berhak menyelesaikan sengketa internasional


4)      LoI (letter of intent) adalah dokumen yang menjabarkan persyaratan hutang yang harus disetujui Indonesian untuk mendapatkan pinjaman sebagai bagian dari paket hutang. Pemberian pinjaman yang dilakukan oleh IMF bukan hanya pemberian bantuan secara cuma-cuma. setiap negara yang menerima bantuan IMF harus bersedia mematuhi rekomendasi IMF yang membahasa berbagai hal, tertuang dalam LoI (letter of intent).   Pada dasarnya merangkum kesediaan negara penerima bantuan untuk melakukan perubahan-perubahan kebijakan ekonomi sesuai dengan penerima bantuan untuk melakukan perubahan-perubahan kebijakan ekonomi sesuai dengan yang disarankan IMF. Sekalipun LoI merupakan dokumen yang merangkum agenda perubahan kebijakan ekonomi negara penerima bantuan  dan dibuat oleh negara yang bersangkutan, namun IMF dapat menggunakan LoI sebagai dasar untuk menilai apakah sebuah negara cukup serius atau tidak dalam melakukan pembenahan ekonomi.
Letter of intent ini digunakan sebagai langkah awal untuk memulai negosiasi untuk menuju kepada pembentukan perjanjian. Kesepakatan yang tidak mempunyai hukum yang mengikat. Dikatakan tidak mengikat karena jika draf kebijakan yang diberikan IMF kepada negara anggota jika tidak mau melaksanakan maka IMF sendiri juga tidak akan mencairkan dana sebagai bantuan pinjaman. Sehingga LoI ini dikatakan sebagai (kewajiban sebelum melakukan perjanjian) pre contractual liability
Pada umumnya bentuk dan nama perjanjian menunjukan bahwa materi yang diatur oleh perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya. Namun demikian, secara hukum ,perbedaan tersebut tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang  di dalam suatu perjanjian internasional. Pengunaan suatu bentuk dan nama tertentu bagi suatu perjanjian internasional pada dasarnya menunjukan keinginan dan maksud para pihak terkait  seta dampak politiknya bagi para pihak tersebut. Sebagai bagian terpenting dalam proses pembuatan perjanjian, pengesahan perjanjian internasional perlu mendapatkan perhatian mendalam mengingat pada tahap ini suatu negara secara resmi mengikatkan diri pada perjanjian itu. di dalam praktiknya, bentuk pengesahan terbagi dalam empat kategori sebagai berikut:
a.       Ratifikasi (ratification),apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian.
b.      Aksesi (accession),apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian tidak turut menandatangani naskah perjanjian.
c.       Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan( approval), pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu pernajian internasiinal atas perubahan perjanjian internasional tersebut
d.      Selain itu terdapat juga perjanjian-perjanjian internasional yang tidak memerlukan pengesahan dan langsung berlaku setelah penandatangan
Apabila kita perhatikan definisi dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, maka perjanjian internasional dalam praktiknya disamakan dengan:
a.       Treaty (perjanjian)
b.      Convention (konvensi,kebiasaan internasional)
c.       Agreement (persetujuan)
d.      Memorandum of understanding ( nota kesepahaman)
e.       Protocol ( surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan)
f.        Charter (piagam)
g.      Declaration ( pernyataan)
h.      Final act (keputusan final)
i.        Arrangement (persetujuan)
j.        Exchange of notes (pertukaran nota)
k.      Agreed minutes (notulen yang disetujui)
l.        Process verbal (berita acara)
m.    Summary record (catatn ringkas)
n.      Modus vivendi
o.      Letter of intent (surat yang mengungkapkan suatu keinginan)
Apabila kita perhatikan nama-nama tersebut, maka letter of intent dibuat antara dua negara atau lebih yang termasuk subyek hukum internasional termasuk dalam kategori perjanjian internasional sehinggga di dalam implementasinya berlaku kaidah-kaidah internasional.

5)      Pada pasal 11 UUD 1945 terdiri dari tiga ayat, pada pasal 11 (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Akan tetapi tidak dijelaskan dalam bentuk apa persetujuan yang di hasilkan. Jika dikaitkan dengan salah satu fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi maka persetujuan tersebut berbentuk UU. Disini saya berupaya mengamsumsikan bahwa persetujuan DPR terkait perjanjian internasional tidak terkait fungsi legislasi DPR melainkan fungsi lainnya yaitu fungsi pengawasan.
Apabila mengacu pada pasal 11 UUD 1945 maka politik hukum perjanjian internasional Indonesia masih belum tegas. Keharusan adanya persetujuan DPR terhadap perjanjian internasional tidak memberikan sinyal monisme dan dualisme. Ketentuan pengesahan dalm bentuk UU/Keppres juga tidak dapat diartikan bahwa dualisme yang mengharuskan transformasi suatu perjanjian.
Berdasarkan uraian singkat diatas dan kajian konstitusi tentang kedudukan hukum perjanjian internasional terutama letter of intent (LoI) maka implikasi hukum yang dapat saya simpulkan sebagai berikut :
a.       Sebagai pernyataan kehendak yang ditujukan ke luar, perjanjian internasional seharusnya berwadah Keputusan Presiden karena Presiden adalah wakil negara dalam berhubungan dengan negara lain.
b.      Adanya persetujuan DPR dalam Pasal 11 UUD 1945 tidak berarti bahwa bentuk hukum ratifikasi perjanjian internasional adalah Undang-Undang, oleh karena itu diperlukan pengaturan tersendiri yang berbeda dengan persetujuan bersama dalam pembuatan undang-undang.
c.       Pasal 11 (2) UUD 1945 mensyaratkan adanya persetujuan DPR untuk perjanjian internasional lain, karena UUD  menganggap penting keterlibatan DPR untuk memutuskan hal-hal yang berakibat pada beban negara atau mengakibatkan perlunya pembentukan dan perubahan undang-undang, bukan di dasarkan atas pembedaan antara perjanjian internasional privat dan publik.
d.      Perjanjian internasional mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menjadi sumber hukum dalam hukum nasional karena telah dibuat sesuai dengan ketentuan konstitusi bukan karena diwadahi dalam bentuk undang-undang, sehingga perjanjian internasional merupakan sumber hukum di luar sumber hukum undang-0undang.
e.       Karena dibuat sesuai dengan ketentuan konstitusi maka subtansi yang terdapat perjanjian internasional yang menimbulkan hak dan bersifat self executing juga merupakan sumber hukum bagi putusan pengadilan.
f.        Pengesahan perjanjian internasional dalam bentuk undang-undang menimbulkan banyaknya kelemahan oleh karenanya perlu segera di buat aturan baru.

6)      Untuk mancapai kompetensi dasar menghargai kerja sama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia maka setidaknya ada empat indikator yang digunakan untuk mencapai kompetensi tersebut. Indikator-indikator tersebut antara lain :
a.       Menganalisis peranan PBB terhadap peranan perdamaian Indonesia pada masa revolusi fisik.
b.      Menganalisis peranan Indonesia terhadap PBB dalam ikut menegakkan perdamaian dunia.
c.       Menjelaskan manfaat bagi Indonesia dari kerja sama dan perjanjian internasional.
d.      Menjelaskan manfaat bagi dunia dari kerja sama dan perjanjian internasional.
Dari kompetensi dasar tersebut maka point yang paling ditekankan sebagai indikator yang sesuai dengan fakta tersebut ialah menjelaskan manfaaat bagi indonesia dari kerja sama dan perjanjian internasional.
Peran IMF sangat di butuhkan Indonesia ketika Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997. Keputusan Indonesia untuk kembali meminta bantuan IMF membuat kebijakan Indonesia secara keseluruhan harus mengikuti rekomendasi yang diberikan IMF.  Semua persyaratan dan kebijakan IMF yang diberlakukan di Indonesia tercantum dalam LoI (letter of intent) IMF yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Persyaratan tersebut mengatur tentang kebijakan anggaran, restukturisasi finansial, dan reformasi struktural yang ada di Indonesia. Dalam kurun waktu tertentu, IMF melakukan review atas pelaksanaan kebijakan-kebijakan ekonomi yang telah dilakukannya. Atas dasar inilah biasanya IMF mencairkan sebagian dana yang telah disepakati dalam LoI. Terlepas dari kontoversi yang mana secara tidak langsun IMF mencari keuntungan dari Indonesia melalui perjanjian tersebut,hubungan antara Indonesia dan IMF tersebut menunjukan bahwa utang yang dilakukan mampu meredam inflasi di Indonesia dan menyelamatkan negara dari kebangkrutan.
Selain contoh diatas manfaat kerjasama internasional dan perjanjian internasional bagi indonesia antara lain:
a.       Dewan keamanan PBB menhentikan agresi militer Belanda I atas usul India dan Australia.
b.      Pengembalian Irian Barat oleh PBB dari tangan Belanda ke RI tahun 1962.
c.       Pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda melalui KMB pada tahun 1949.
d.      Diterimanya konsep negara kepulauan (wawasan nusantara)
e.       Penentuan batas wilayah laut RI melelui konvensi hukum laut internasional tahun 1982
Dari uraian diatas kita sebagai bangsa Indonesia setidaknya harus mengembangkan sikap positif terhadap kerjasama dan perjanjian internasional dalam pergaulan dunia melalui cara-cara berperan aktif dalam menyelesaiakn masalah sengketa yang bertentangan dengan nilai nilai keadilan dan kemanusiaan melalui jalur diplomasi serta dengan pendekatan yang tepat.








DAFTAR PUSTAKA
Litbang Kompas, 2002,  Kronologi Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan, Jakarta
Sri Setianingsih Suwardi, 2006, Penyelesaian Sengketa Internasional, UI Press,Jakarta
Utama,Meria, 2010. Kajian Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia terhadap Letter of Intent (LoI) sebagai Pre Contractual Liability, Sumber cahaya No 41 tahun XI.
Undang-Undang No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Pedoman Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan tahun 2006



Tidak ada komentar:

Posting Komentar