1)
Lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan
merupakan cerminan lemahnya pemerintah Indonesia dalam mempertahankan Konsepsi
Negara Kepulauan Indonesia. Hal itu seharusnya
tidak perlu terjadi karena secara hukum internasional Indonesia telah berhasil
memperjuangkan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui Konvensi PBB tentang
Hukum Laut 1982.
Lemahnya
kemampuan Indonesia dalam melindungi pulau-pulau yang dimiliknya tergambar dari
argumen yang digunakan di Mahkamah Internasional saat berlangsungnya sidang
memutuskan nasib Pulau Sipadan dan Ligitan. Dalam upaya memperjuangkan
kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut, Indonesia menggunakan
argumentasi berdasarkan konvensi 1891 (Treaty
Based Title). Argumen ini pada intinya mengatakan bahwa kedua pulau adalah
milik Indonesia. Jelas argumen ini tidak kuat dan tidak jelas secara hukum
karena hanya mengatur perbatasan kedua negara di daratan Kalimantan.
Sebaliknya, malaysia menggunakan argumen pengendalian dan penguasaan efektif (effective occupation) atas kedua pulau
karena selama ini negara ini sudah melakukan banyak hal seperti membangun
sarana dan prasarana.
Tidak
ditemukannya penyelesaian atas kedua pulau tersebut, akhirnya kedua negara
sepakat untuk mencari penyelesaian melalui Mahkamah Internasional. Penyelesaian
yang ditempuh tersebut, sebelumnya telah didahului kesepakatan antara kedua
belah pihak mengenai kesepakatan antara dua negara bahwa apapun yang menjadi
hasil keputusan Mahkamah Internasionakl kedua negara wajib menerimanya sebagai
keputusan yang memiliki kekuatan yang mengikat.
Putusan
yang memenangkan Malaysia sebagai pemilik sah Pulau Sipadan dan Ligitan oleh
Mahkamah Internasional didasarkan atas pertimbangan lain yakni prinsip
pengendalian dan penguasaan efektif ( effective
occupation). Putusan yang diambil Mahkamah Internasional atas pertimbangan
banyak aktivitas yang dilakukan kedua negara di Pulau Sipadan dan Ligitan.
Berdasarkan pertimbangan effective
occupation, maka malaysia dinyatakan sebagai pemenang karena jauh
sebelumnya sudah memiliki banyak kegiatan dan pegembangan yang dilakukan di
kedua pulau ini. Sementara aktivitas dan kegiatan yang dilakukan Indonesia itu
sendiri di wilayah kedua pulau diketahui sangat minim. Selain berhasil dalam
menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan, Malaysia berhasil membuktikan
pemerintahannya menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan di wilayah
persengketaan.
Implikasi
terhadap teori cara memperoleh wilayah negara menurut saya adalah teori Occupation/pendudukan. Occupation adalah cara memperoleh suatu
wilayah negara yang tidak pernah dikuasai oleh negara lain atau ditelantarkan
oleh penguasa sebelumnya. Untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
a. Wilayah
tersebut harus terra nullius, yaitu
wilayah yang tidak dikuasai oleh pihak
manapun. Dalam kasus ini Indonesia hanya mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan
Ligitan menjadi milik Indonesia tanpa ada upaya untuk menguasai pulau tersebut
melalui cara-cara tertentu, sehingga menurut Mahkamah Internasional pulau
tersebut tidak ada yang menguasai.
b. Proses
kepemilikan harus dilakukan oleh negara dan bukan sektor swasta atau bahkan
individual. Dengan melakukan pembanguan sektor pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah
Malaysia menandakan bahwa adanya niatan penguasaan atas pulau sengketa
dilakukan oleh pemerintah Malaysia sendiri. Tidak hanya sektor pariwisata saja
namun pemerintah juga melakuakn pengelolaan dan pemeliharaan kelestarian
lingkuangan di pulau sengketa
c. Kekuasaan
terhadap wilayah tersebut harus berada dalam posisi” terbuka,terus-menerus,
efektif dan damai”. Sejak Pulau Sipadan dan Ligitan dinyatan sebgai status quo, tidak ada negara yang
melakukan aktivitas di pulau sengketa tersebut. Kemudian Malaysia
melakukan secara terbuka upaya-upaya
mengelola pulau sengketa dengan menggunakan prinsip pengendalian dan penguasaan
efektif.
d. Negara
yang menduduki wilayah tersebut harus menunjukan adanya niatan untuk melakukan
penguasaan ( animus occupand)i.
Niatan Malaysia untuk menduduki pulau tersebut sangatlah jelas dengan adanya
upaya dari pemerintah Malaysia dengan
prinsip pengendalian dan penguasaan efektif melalui pengeloaan di berbagai
sektor pemerintahan dan Malaysia sendiri berhasil memelihara dan mengelola
kelestarian lingkungan di kedua pulau tersebut.
2)
Pengalaman Indonesia yang pernah
gagal dalam menggunakan jalur penyelesaian melalui Mahkamah Internasional atas
Pulau Sipadan dan Ligitan, bagaimanapun dapat mempengaruhi mental atau
psikologis bangsa Indonesia. Artinya,pengalaman gagal ini menorehkan pengalaman
yang pahit sehingga bila menggunakan jalur Mahkamah Internasional sedikit
banyak akan membuat bangsa Indonesia menjadi ciut atau kurang berani
Penyelesaian
dengan upaya politik hukum secara damai memiliki kelebihan bahwa upaya ini
benar-benar mengedepankan damai. Upaya ini merupakan penyelesaian sesuai dengan
politik luar negeri bebas dan aktif aktif.. penyelesaian secara damai ini
didasarkan pada martabat bangsa Indonesia yang cinta damai, secara ksatria
dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa.
Sikap
yang nanti akan kita tanamkan terhadap para siswa adalah bagaimana kita
membangun pertahanan dan keamanan di sekitar lokasi pulau terluar untuk
memantau kehadiran kapal, pesawat asing dari seluruh wilayah NKRI. Kejadian
sengketa Pulau Sipadan dan ligitan harus dipahami sebagai wahana instropeksi
untuk kesatuan nusantara masa depan dengan memperdayakan masyarakat Indonesia
tanpa kecuali termasuk memberikan penghargaan segala hal yang dimiliki warga
masyarakat perbatasan.
Kemampuan
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara merupakan kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh
setiap siswa. Partisipasi dalam usaha pembelaan negara memiliki kedudukan
penting dalam upaya memberikan pengetahuan,pemahaman, dan menanamkan kesadaran
siswa untuk berpartisipasi dalam usaha membela negara di lingkungan
masing-masing.
Dalam
konteks bela negara peran pendidik ialah membangun sistem ketahanan negara
melalui penanaman nilai-nilai dasar bela
negara yang meliputi:
a. Cinta
tanah air
b. Kesadaran
berbagsa dan bernegara
c. Pancasila
sebagai falsafah dan ideologi negara
d. Rela
berkorban untuk bangsa dan negara
e. Memiliki
kemampuan awal bela negara baik secara fisik dan non fisik
Nilai-nilai tersebut merupakan menjadi
tanggung jawab guru Pendidikan Kewarganegaraan yang harus ditanamkan kepada
siswa karena Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebagai bagian Pendidikan
Karakter bangsa yang mencakup pembangunan sikap moral dan watak bangsa serta
pendidikan politik kebangsaan.
3)
Untuk mencapai kompetensi dasar (1) Menjelaskan
penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh mahkamah
internasional, setidaknya ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur
dan mencapai kompetensi dasar tersebut. Dari indikator-indikator tersebut
munculah materi yang digunakan untuk mencapai kompetensi tersebut. Indikator-indikator
tersebut antara lain :
a. Mengidentifikasi
sebab timbulnya sengketa internasional.
Sengketa internasional
adalah perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara, negara dengan
individu-individu, atau negara dengan lembaga internasional yang menjadi subyek
hukum internasional. Penyebab timbulnya sengketa internasional terdapat banyak
faktor, misalnya masalah faktor politik, karena batas wilayah. Selain itu
sengketa internasional juga dapat terjadi karena hal berikut, salah satu pihak
tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional, perbedaan penafsiran
mengenai isi perjanjian internasional, perebutan sumber-sumber ekonomi,
perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional,
adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain, dan penghinaan terhadap
harga diri bangsa. Pentingya mempelajari penyebab-penyebab sengketa
internasional ini karena jika kita tidak mempelajari sebab suatu masalah maka
kita akan mengetahui subtansi masalah yang sedang dipersengketakan
b. Mengidentifikasi
cara penyelesaian sengketa internasional.
Setelah kita mempelajari
apa penyebab dari suatu sengketa internasional, maka langkah selanjutnya ialah
bagaimana kita melakukan upaya penyelesain sengketa. Upaya penyelesaian
sengketa ini merupakan wujud dari menjaga stabilitas keamanan di dunia. Ada dua
cara menyelesaikan sengketa internasional yaitu dengan cara damai melalui
arbitrase, penyelesaian yudisial, negosiasi, jasa-jasa baik atau mediasi,
konsiliasi, penyelidikan, penyelesain PBB dan dengan paksaan melalui perang dan
tindakan bersenjata, retorsi, tindakan-tindakan pembalasan, blokade secara
damai, intervensi
c. Mendeskripsikan
prosedur atau mekanisme penyelesaian sengketa internasional.
Mahkamah Internasional
(MI) merupakan salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhag
(Belanda). MI pun bertugas untuk memeriksa dan menyelesaikan
perselisihan-perselisihan yang diserahkan kepadanya. dalam mengadili suatu perkara
MI berpedoman pada Traktat-traktat dan kebiasaan -kebiasaan Internasional.
Adapun prosedur dalam menangani kasus sengketa pulau Sipadan dan Ligitan secra
singkat sebagai berikut
i.
Persengketaan antar negara akan diserahkan
penyelesaiannya atau di proses mahkamah internasional.
ii.
Dua pihak bersengketa masing-masing
menunjuk seorang hakim untuk mewakili negara dalam proses persidangan.
iii.
Hakim wakil negara yang bersengketa memaparkan
permasalahan yang menjadi sengketa.
iv.
Kedua hakim diberi kesempatan menyampaikan
argumentasi secara lisan di hadapan musyawarah 15 hakim.
v.
Persidangan dilanjutkan oleh 15 hakim mahkamah
internasional.
vi.
Komisi rancangan segera dibentuk dan
komisi segera menyusun secara berurutan naskah pendapat para hakim.
vii.
Dari diskusi akhirnya muncul sebuah
pendapat yang mendapat dukungan mayoritas hakim
Sedangkan
untuk kompetensi dasar (2) Menghargai putusan Mahkamah Internasional
setidaknya ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur dan mencapai
kompetensi dasar tersebut. Indikator-indikator tersebut antara lain :
d. Mengidentifikasi
sistematika keputusan mahkamah internasional.
e. Menganalisis
dasar pertimbangan jarangnya negara-negara yang bersengketa mengajukan permohonan
ke MI.
f.
Menyebutkan prinsip penyelesaian sengketa
internasional secara damai.
Dari
indikator di atas kita dapat memberikan contoh kasus sengketa pulau Sipadan dan
Ligitan untuk menjadi bahan analisis. Dari mengidentifikasi sengketa tersebut,
menganalisis dasar pertimbangan MI dan apa saja prinsip yang digunakan dalam
penyelesaian sengketa,serta bagaimana cara kita menghargai keputusan MI sebagai
lembaga internasional yang berhak menyelesaikan sengketa internasional
4)
LoI (letter of intent) adalah dokumen yang menjabarkan persyaratan
hutang yang harus disetujui Indonesian untuk mendapatkan pinjaman sebagai
bagian dari paket hutang. Pemberian pinjaman yang dilakukan oleh IMF bukan
hanya pemberian bantuan secara cuma-cuma. setiap negara yang menerima bantuan
IMF harus bersedia mematuhi rekomendasi IMF yang membahasa berbagai hal,
tertuang dalam LoI (letter of intent).
Pada
dasarnya merangkum kesediaan negara penerima bantuan untuk melakukan
perubahan-perubahan kebijakan ekonomi sesuai dengan penerima bantuan untuk
melakukan perubahan-perubahan kebijakan ekonomi sesuai dengan yang disarankan
IMF. Sekalipun LoI merupakan dokumen yang merangkum agenda perubahan kebijakan
ekonomi negara penerima bantuan dan
dibuat oleh negara yang bersangkutan, namun IMF dapat menggunakan LoI sebagai
dasar untuk menilai apakah sebuah negara cukup serius atau tidak dalam
melakukan pembenahan ekonomi.
Letter of intent
ini digunakan sebagai langkah awal untuk memulai negosiasi untuk menuju kepada
pembentukan perjanjian. Kesepakatan yang tidak mempunyai hukum yang mengikat.
Dikatakan tidak mengikat karena jika draf kebijakan yang diberikan IMF kepada
negara anggota jika tidak mau melaksanakan maka IMF sendiri juga tidak akan
mencairkan dana sebagai bantuan pinjaman. Sehingga LoI ini dikatakan sebagai
(kewajiban sebelum melakukan perjanjian) pre
contractual liability
Pada
umumnya bentuk dan nama perjanjian menunjukan bahwa materi yang diatur oleh
perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya. Namun
demikian, secara hukum ,perbedaan tersebut tidak mengurangi hak dan kewajiban
para pihak yang tertuang di dalam suatu
perjanjian internasional. Pengunaan suatu bentuk dan nama tertentu bagi suatu
perjanjian internasional pada dasarnya menunjukan keinginan dan maksud para
pihak terkait seta dampak politiknya
bagi para pihak tersebut. Sebagai bagian terpenting dalam proses pembuatan
perjanjian, pengesahan perjanjian internasional perlu mendapatkan perhatian
mendalam mengingat pada tahap ini suatu negara secara resmi mengikatkan diri
pada perjanjian itu. di dalam praktiknya, bentuk pengesahan terbagi dalam empat
kategori sebagai berikut:
a. Ratifikasi
(ratification),apabila negara yang
akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah
perjanjian.
b. Aksesi
(accession),apabila negara yang akan
mengesahkan suatu perjanjian tidak turut menandatangani naskah perjanjian.
c. Penerimaan
(acceptance) dan penyetujuan( approval), pernyataan menerima atau
menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu pernajian internasiinal atas
perubahan perjanjian internasional tersebut
d. Selain
itu terdapat juga perjanjian-perjanjian internasional yang tidak memerlukan
pengesahan dan langsung berlaku setelah penandatangan
Apabila
kita perhatikan definisi dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000
tentang perjanjian internasional, maka perjanjian internasional dalam
praktiknya disamakan dengan:
a. Treaty
(perjanjian)
b. Convention
(konvensi,kebiasaan internasional)
c. Agreement (persetujuan)
d. Memorandum of understanding (
nota kesepahaman)
e. Protocol
( surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan)
f.
Charter
(piagam)
g. Declaration
( pernyataan)
h. Final act
(keputusan final)
i.
Arrangement
(persetujuan)
j.
Exchange
of notes (pertukaran nota)
k. Agreed minutes
(notulen yang disetujui)
l.
Process
verbal (berita acara)
m. Summary record
(catatn ringkas)
n.
Modus
vivendi
o. Letter of intent (surat
yang mengungkapkan suatu keinginan)
Apabila
kita perhatikan nama-nama tersebut, maka letter
of intent dibuat antara dua negara atau lebih yang termasuk subyek hukum
internasional termasuk dalam kategori perjanjian internasional sehinggga di
dalam implementasinya berlaku kaidah-kaidah internasional.
5)
Pada pasal 11 UUD 1945 terdiri dari
tiga ayat, pada pasal 11 (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain”. Akan tetapi tidak dijelaskan dalam bentuk apa persetujuan yang di
hasilkan. Jika dikaitkan dengan salah satu fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi
maka persetujuan tersebut berbentuk UU. Disini saya berupaya mengamsumsikan
bahwa persetujuan DPR terkait perjanjian internasional tidak terkait fungsi
legislasi DPR melainkan fungsi lainnya yaitu fungsi pengawasan.
Apabila
mengacu pada pasal 11 UUD 1945 maka politik hukum perjanjian internasional
Indonesia masih belum tegas. Keharusan adanya persetujuan DPR terhadap
perjanjian internasional tidak memberikan sinyal monisme dan dualisme.
Ketentuan pengesahan dalm bentuk UU/Keppres juga tidak dapat diartikan bahwa
dualisme yang mengharuskan transformasi suatu perjanjian.
Berdasarkan
uraian singkat diatas dan kajian konstitusi tentang kedudukan hukum perjanjian
internasional terutama letter of intent
(LoI) maka implikasi hukum yang dapat saya simpulkan sebagai berikut :
a. Sebagai
pernyataan kehendak yang ditujukan ke luar, perjanjian internasional seharusnya
berwadah Keputusan Presiden karena Presiden adalah wakil negara dalam
berhubungan dengan negara lain.
b. Adanya
persetujuan DPR dalam Pasal 11 UUD 1945 tidak berarti bahwa bentuk hukum
ratifikasi perjanjian internasional adalah Undang-Undang, oleh karena itu
diperlukan pengaturan tersendiri yang berbeda dengan persetujuan bersama dalam
pembuatan undang-undang.
c. Pasal
11 (2) UUD 1945 mensyaratkan adanya persetujuan DPR untuk perjanjian
internasional lain, karena UUD
menganggap penting keterlibatan DPR untuk memutuskan hal-hal yang
berakibat pada beban negara atau mengakibatkan perlunya pembentukan dan
perubahan undang-undang, bukan di dasarkan atas pembedaan antara perjanjian
internasional privat dan publik.
d. Perjanjian
internasional mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menjadi sumber hukum dalam
hukum nasional karena telah dibuat sesuai dengan ketentuan konstitusi bukan
karena diwadahi dalam bentuk undang-undang, sehingga perjanjian internasional
merupakan sumber hukum di luar sumber hukum undang-0undang.
e. Karena
dibuat sesuai dengan ketentuan konstitusi maka subtansi yang terdapat
perjanjian internasional yang menimbulkan hak dan bersifat self executing juga merupakan sumber hukum bagi putusan pengadilan.
f.
Pengesahan perjanjian internasional dalam
bentuk undang-undang menimbulkan banyaknya kelemahan oleh karenanya perlu
segera di buat aturan baru.
6)
Untuk mancapai kompetensi dasar
menghargai kerja sama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi
Indonesia maka setidaknya ada empat indikator yang digunakan untuk mencapai
kompetensi tersebut. Indikator-indikator tersebut antara lain :
a. Menganalisis
peranan PBB terhadap peranan perdamaian Indonesia pada masa revolusi fisik.
b. Menganalisis
peranan Indonesia terhadap PBB dalam ikut menegakkan perdamaian dunia.
c. Menjelaskan
manfaat bagi Indonesia dari kerja sama dan perjanjian internasional.
d. Menjelaskan
manfaat bagi dunia dari kerja sama dan perjanjian internasional.
Dari kompetensi
dasar tersebut maka point yang paling ditekankan sebagai indikator yang sesuai
dengan fakta tersebut ialah menjelaskan manfaaat bagi indonesia dari kerja sama
dan perjanjian internasional.
Peran IMF sangat
di butuhkan Indonesia ketika Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997.
Keputusan Indonesia untuk kembali meminta bantuan IMF membuat kebijakan
Indonesia secara keseluruhan harus mengikuti rekomendasi yang diberikan
IMF. Semua persyaratan dan kebijakan IMF
yang diberlakukan di Indonesia tercantum dalam LoI (letter of intent) IMF yang
ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Persyaratan tersebut mengatur tentang
kebijakan anggaran, restukturisasi finansial, dan reformasi struktural yang ada
di Indonesia. Dalam kurun waktu tertentu, IMF melakukan review atas pelaksanaan
kebijakan-kebijakan ekonomi yang telah dilakukannya. Atas dasar inilah biasanya
IMF mencairkan sebagian dana yang telah disepakati dalam LoI. Terlepas dari
kontoversi yang mana secara tidak langsun IMF mencari keuntungan dari Indonesia
melalui perjanjian tersebut,hubungan antara Indonesia dan IMF tersebut
menunjukan bahwa utang yang dilakukan mampu meredam inflasi di Indonesia dan
menyelamatkan negara dari kebangkrutan.
Selain contoh
diatas manfaat kerjasama internasional dan perjanjian internasional bagi
indonesia antara lain:
a. Dewan
keamanan PBB menhentikan agresi militer Belanda I atas usul India dan
Australia.
b. Pengembalian
Irian Barat oleh PBB dari tangan Belanda ke RI tahun 1962.
c. Pengakuan
kedaulatan RI oleh Belanda melalui KMB pada tahun 1949.
d. Diterimanya
konsep negara kepulauan (wawasan nusantara)
e. Penentuan
batas wilayah laut RI melelui konvensi hukum laut internasional tahun 1982
Dari
uraian diatas kita sebagai bangsa Indonesia setidaknya harus mengembangkan
sikap positif terhadap kerjasama dan perjanjian internasional dalam pergaulan
dunia melalui cara-cara berperan aktif dalam menyelesaiakn masalah sengketa
yang bertentangan dengan nilai nilai keadilan dan kemanusiaan melalui jalur
diplomasi serta dengan pendekatan yang tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Litbang
Kompas, 2002, Kronologi Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan, Jakarta
Sri
Setianingsih Suwardi, 2006, Penyelesaian
Sengketa Internasional, UI Press,Jakarta
Utama,Meria,
2010. Kajian Hukum Internasional dan
Hukum Nasional Indonesia terhadap Letter of Intent (LoI) sebagai Pre
Contractual Liability, Sumber cahaya No 41 tahun XI.
Undang-Undang
No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Pedoman
Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan tahun 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar