11) Hukum
kebiasaan berasal dari praktek-praktek negara-negara melalui sikap dan tindakan
yang diambilnya melalui suatu kebijaksanaan dan kebijaksanaan tersebut diikuti
oleh negara-negara lain dan dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes
atau tantangan dari pihak lain, maka secara berangsur-angsur terbentuklah suatu
kebiasaan internasional. Terbentuknya suatu hukum kebiasaan didasari oleh praktek yang sama, dilakukan
secara konstan tanpa adanya pihak yang menantang serta diikuti oleh banyak
negara. Hukum kebiasaan agar menjadi sumber hukum, harus terunifikasi dan
berkesesuaian. Hal ini menjadi dasar munculnya perjanjian-perjanjian
internasional yang merupakan unifikasi dari hukum kebiasaan internasional.
Dewasa ini perjanjian internasional merupakan salah
satu sumber hukum internasional yang utama dan memegang peranan penting dalam
hubungan internasional. Karena hampir sebagian besar hasil hubungan antar
negara atau hubungan internasional dituangkan dalam instrumen perjanjian
internasional. Melalui perjanjian internasional mereka merumuskan hak dan
kewajiban. Hukum perjanjian internasional yang dibuat dengan wajar menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang mengikat bagi negara-negara peserta dan kekuatan
perjanjian internasional terletak dalam andagium Pacta Sunt Servanda yang mewajibkan negara-negara untuk melakukan
itikat baik kewajiban-kewajibannya. Satu kelebihan perjanjian internasional
dibandingkan dengan hukum kebiasaan adalah sifatnya tertulis, memudahkan
pembuktian dibandingkan hukum kebiasaan yang tidak tertulis sehingga kadang
sulit untuk membuktikan atau menemukannya.
Pada awal sejarah pertumbuhan hukum internasional,
hukum kebiasaan internasional menduduki tempat yang utama sebagai sumber hukum
internasional. Kemudian dengan semakin banyaknya negara merdeka semakin
intesifnya negara mengadakan perjanjian internasional maka menjadikan
perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional yang utama. Suatu
perjanjian internasional merumuskan praktek-praktek dan kebiasaan negara-negara
telah menuangkan kedalam berbagai bentuk dengan berbagai macam sebutan atau
nama dari yang paling resmi hingga
paling sederhana. Namun apapun bentuk dan sebutannnya yang diberikan pada
perjanjian internasional yang hasil kesepakatan tersebut tidak mengurangi
kekuatan mengikatnya suatu perjanjian bagi para pihak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jika ada perbedaan ketentuan antara hukum perjanjian dan
hukum kebiasaan maka yang tetap dipakai adalah hukum perjanjian internasional
yang mana telah mengikat kepada pihak yang membentuknya.
22) Berlakunya
hukum internasional ke dalam hukum nasional atau yang dikenal dengan istilah implementasi hukum
internasional ke dalam hukum nasional dapat ditinjau dari aspek teoritis maupun
aspek praktek-praktek negara dalam melakukan implemnatasi hukum internasional
ke dalam hukum nasional. Disamping itu juga praktek dari suatu negara berbeda
dengan negara lainnya.
Proses implementasi hukum internasional ke dalam hukum
nasional biasanya dilakukan malalui prosedur ratifikasi melalui undang-undang
nasionalnya, dengan maksud agar ketentuan hukum internasional dapat mengikat
dalam suatu negara. Ratifikasi ini dilakukan terhadap perjanjian-perjanjian
internasional , misalnya konvensi, protokol, kovenan maupun
perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang berlaku memerlukan ratifikasi.
Implementasi hukum internasional ke dalam hukum
nasional sebenarnya juga tidak semata-mata tergantung dan kemauan negara
melalui proses ratifikasi, namun ada juga ketentuan-ketentuan dari hukum
internasional yang secara langsung mengikat negara tanpa melalui proses
persetujuan atau ratifikasi. Ketentuan hukum internasional tersebut
bersumberkan pada hukum kebiasaan internasional atau prinsip-prinsip hukum yang
berlaku secara universal.
Perbincangan tentang pro konta pidana mati
sesungguhnya adalah perbincangan yang tidak akan pernah mati. Ada banyak aspek
yang bisa dijadikan sudut pandang di dalam mendiskusikan persoalan disekitar
pro dan kontra pidana mati. Moral-etik,HAM, norma religius, hingga efektivitas
merupakan sudut pandang yang sering digunakan untuk menyusun argumen baik
mereka yang pro maupun yang kontra. Salah satu aspek yang sebenarnya bisa
digunakan untuk menilai hukuman mati adalah aspek hukum internasional.
Indonesia sebagai negara memiliki kelebihan tersendiri
sebagai subyek hukum internasional dibandingkan dengan subyek hukum yang
lainnya. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, mengakui kedaulatan
negara lain dan negara lain menghormati kaidah tata pergaulan internasional
yang berlaku. Sejatinya hukuman mati yang diterapkan di Indonesia untuk kasusu
narkoba telah sejalan dengan konvensi internasional. Indonesia telah
meratifikasi konvensi PBB tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika yang tertuang dalam UU Nomor 22 rtahun 1997 tentang
Narkotika (Kompas 1/5/2015). Ditambahkan pula bahwa penerapan hukuman mati di
Indonesia bukan merupkan extrajudicial
atau summary or arbitration execution
yang melanggar norma HAM. Tetapi merupakan tindakan hukum yang telah melalui due process of law dan semu tingkatan
upaya hukum telah ditempuh.
Kedaulatan hukum adalah sebuah norma dan aturan yang
harus dijalankan dan diterapkan atas tindakan kejahatan. Begitu pula kedaulatan
hukum sebuah negara adalah mutlak hak setiap negara yang harus dihormati oleh
negara lain sebagaimana contoh pidana mati yang masih tetap diperlakukan di
Indonesia.
33) Secara
garis besar terdapat dua teori mengenai pengakuan dalam hukum internasional.
Kelompok pertama adalah yang dikenal sebagi teori konstitutif. Suatu teori yang
menegaskan bahwa tindakan pengakuan dari negara-negara lainnya yang memiliki
pengaruh atas terciptanya atau dimulainya eksistensi negara baru. Negara baru
itu memerlukan pengakuan dari negara lainnya sebelum dapat mengambil bagian
sepenuhnya dalam kehidupan antar negara. Menurut teori ini pengaruh
negara-negara yang telah eksis terlebih dahulu sangat dominan untuk menentukan
eksistensi negara baru. Sedangkan teori deklaratoir adalah teori yang berpahaman
bahwa suatu pengakuan dari negara-negara lain hanyalah bersifat mempertegas
atau menuatkan keadaan yang menunjukan eksistensi negara yang mendapatkan
pengakuan. Teori deklaratoi ini merupakan reaksi dari teori konstitutif yang
menyebutakan bahwa pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara oleh
negara lain.
Disamping kedua teori itu, terdapat juga teori yang
dinamakan teori jalan tengah.teori ini lahir karena pandangan beberapa sarjana
yang menganggap bahwa kedua teori sebelumnya kurang memuaskan, dan dianggap
sangat bertolak belakang. Menurut teori jalan tengah, harus dipisahkan antara
kepribadian hukum suatu negara dengan pelaksanaan hak dan kewajiban dari
pribadi itu. untuk menjadi sebuah pribadi hukum, suatu negara tidak memerlukan
pengakuan. Namun, agar pribadi hukum itu dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam hukum internasional maka diperlukan pengakuan oleh
negara-negara lain.
Apabila mengacu pada Konvensi Montevideo 1933 tentang
kriteria sebuah negara, maka jelaslah bahwa Palestina menurut kriteria tersebut
adalah negara. Syarat atau kriteria untuk dapat disebut negara telah terpenuhi,
dan juga seperti yang kita ketahui bahwa Palestina telah mendapatkan pengakuan
dari berbagai negara-negara yang mendukung perjuangannya, ini bisa dilihat dari
hubungan diplomatik yang Palestina lakukan dengan negara-negara tersebut. Akan
tetapi, tetap saja eksistensi Palestina sebagai sebuah negara masih belum
jelas.
Berdasarkan realitas yang terjadi inilah yang kemudian
menunjukan bahwa kriteria untuk dapat dianggap sebagai negara menurut Konvensi
Montevideo 1933 saja belum cukup untuk membuat sebuah negara dapat hidup
seutuhnya sebagai sebuah negara beserta hak dan kewajiban yang setara dengan
negara-negara lainnya. Dibutuhkan sebuah pemberian status yang jelas oleh PBB
terhadap sebuah negara baru tersebut untuk menegasakan eksistensinya dalam kehidupan
internasional.
Pada dasarnya keberadaan negara baru tersebut tidak
harus diikuti oleh pengakuan negara-negara didunia. Tanpa pengakuan dari negara
lain, suatu negara tetap memiliki hak untuk mempertahankan kesatuan dan
kemerdekaan negaranya demi mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi
negaranya. Problem utama Palestina hingga sekarang belum diakui oleh PBB
sebagai suatu negara yang berdaulat khususnya Amerika Serikat yang memegang hak
veto dikarenakan masih terjadinya perebutan wilayah dengan israel sehingga tidak menimbulkan kejelasan tentang
batas wilayah yang dimiliki oleh Palestina, yang kedua ialah pemerintahan
Palestina sendiri masih bersifat dualisme antara HAMAS dan Fatah sehingga
menimbulkan pemerintahan yang tidak berdaulat. Sehingga dari uraian diatas
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sebuah negara baru bisa dikatakan negara
apabila memiliki tiga unsur negara sehingga dapat menjalin hubungan diplomatik
sebagai negara yang berdaulat khususnya menjadi anggota PBB yang mana
eksistensi sebuah negara baru tidak dapat diingkari lagi sehingga semua negara
khususnya Israel dapat menghormati hak-hak
negara Palestina sebagai negara yang memiliki status penuh . Sehingga
untuk bisa dikatakan menjadi sebuah negara yang berdaulat yang diakui oleh
dunia harus sesuai dengan teori pengakuan konstitutif
44) Yang
dimaksud pemerintahan yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang
merdeka dari pengaruh kekuasaan lain dimuka bumi. Akan tetapi kekuasaan yang
dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah negara yang memiliki kekuasaan
itu. maksudnya adalah bahwa dalam kedaulatan suatu negara terbatas pada
kedaulatan negara lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang
atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta hukum
dinegaranya, dan pertayhanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan kedaulatan
yang dimilikinya merupakan penjamin stabilitas internal dalam negaranya,
disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya dalam pergaulan
internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam negaranya
dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar negaranya
melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu.
Sama dengan pengakuan terhadap suatu negara baru,
pengakuan terhadap pemerintahan baru tidak lepas dari kepentingan politik
semata. Pengakuan terhadap pemerintahan yang baru berkaitan dengan unsur negara
yang ketiga yaitu pemerintahah yang berdaulat, serta unsur kemampuan untuk
mengadakan hubungan kerjasama dengan negara lain. Pada dasarnya pengakuan
terhadap pemerintahan baru berakibat hukum bagi negara yang diakui dan negara
yang mengakui (diplomatik). Akan tetapi pengakuan juga berakibat hukum pada
tindakan-tindakan negara yang diakui diberlakukan sah dan keabsahannya itu
tidak dapat diuji.
Berdasarkan kasus perubahan pemerintahan baru di Myanmar,
maka doktrin yang tepat atas pemerintahan baru tersebut ialah doktrin legitimasi.
Doktrin legitimasi menyatakan bahwa pemerintahan yang dibentuk secara
konstitusional, hak setiap bangsa untuk mengubah dan membentuk pemerintahannya.
Pergantian pemerintah secara normal dan konstitusional, maka pemerintahan baru
tidak memerlukan pengakuan menurut hukum internasional, karena sudah sah
sehingga pengakuan dari negara lain tidak diharuskan. Myanmar dikuasai militer
sejak 1962. Saat junta militer mengambil alih kekuasaan, pemerintah tidak lagi
memiliki konstitusi negara. Junta militer mengatakan, konstitusi baru tersebut
akan membuka jalan menuju negara demokratis. Dari uraian diatas pemerintahan
baru Myanmar tidaklah harus diakui oleh internasional karena perubahan
pemerintahan Myanmar sendiri berganti secara konstitusional berdasar konstitusi
baru Myanmar tahun 2008.
55) Konvensi
1951 tentang Status Pengungsi, menjabarakan definisi pengungsi sebagai sesorang
yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang
disebabkan oleh alasan agama, ras, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial
tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara
kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara tersebut. Secara
sederhana dapat diartikan sebagai orang yang terpaksa memutuskan hubungan
dengan negara asalnya karena rasa takut yang berdasar dan mengalami penindasan.
Rasa takut yang berdasar inilah yang membedakan pengungsi dengan jenis migran
lainnya, seberat apapun situasi dan juga dari orang lain yang membutuhkan
bantuan kemanusiaan.
Suaka adalah bentuk perlindungan dari dipulangkannya
seseorang ke suatu negara yang ditakuti, yang memungkinkan pengungsi dapat
memenuhi syarat untuk menetap disuatu negara yang pada akhirnya dapat menjadi
penduduk tetap yang sah. Pencari suaka adalah orang yang telah mengajukan
permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun permohonannya sedang dalam
proses penentuan. Apabila permohonan seorang pencari suaka itu diterima, maka
ia akan disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya hak serta kewajiban
sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya. Sehingga istilah pencari
suaka sangat berkaitan erat dengan pengungsi. Terdapat perbedaan antara pencari
suaka dan pengungsi. Draft UNHCR mendefinisikan pencari suaka sebagai pengakuan
secara resmi oleh negara bahwa sesorang adalah pengungsi dan memiliki hak dan
kewajiban tertentu. Sehingga, pencari suaka merupakan tahapan sebelum menjadi
pengungsi. Adapun pengaturan antara pengungsi dan pencari suaka adalah
Konvensi Tahun 1951 dan Protokol 1967
tentang pengungsi. Karena pencari suaka merupakan proses sesorang untuk
mendapatkan status sebagai pengungsi, maka pengaturannya pencari suaka sama
dengan pengungsi.
66) Pengungsi
dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalah antar Negara penerima
dengan United Nation High Commissioner
for Refugees (UNHCR) sebagai mandat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
untuk melindungi pengungsi dan membantu pengungsi sering menjadi permasalahan
utama dalam penetapan status mereka. Apalagi tidak semua negara penerima
merupakan peratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Krisis pengungsi dan
pencari suaka bukan hanya merupakan masalah Eropa semata. Tidak hanya di
Suriah, konflik dan kekerasan di berbagai belahan dunia telah menyebabkan
jutaan orang terpaksa menjadi pengungsi. Mayoritas pemerintahan di seluruh
dunia enggan menerima mereka karena khawatir kebijakan tersebut menciptakan
“faktor pendorong” untuk menarik lebih banyak pencari suaka untuk datang ke
negaranya.
Dewan Keamanan PBB harus mendiskusikan kerangka
resolusi untuk menangani krisis migran Eropa ini. Upaya penyelesaian isu
pencari suaka harus dimulai dari hulu, yakni dari negara asal para pencari
suaka. Penanganan masalah di hilir atau disaat para pencari suaka telah sampai
di negara-negara tujuan setelah melalui perjuangan hidup dan mati sangat tidak
manusiawi. Sebagaimana ketentuan dalam hukum internasional lainnya, ketentuan
tersebut mengikat seluruh negara yang menjadi pihak dalam konevensi tersebut,
sedangkan negara-negara non pihak, kewajiban-kewajiban perlindungan dan penanganan
pengungsi lebih tergantung pada kerelaan dari negara non pihak tersebut.
Sekalipun demikian, prinsip peraturan yang tidak mengikat untuk negara-negara
non pihak pada konvensi tersebut tidak serta merta menhapuskan kewajiban
universal lainnya dalam memberikan perlindungan dan penegakan HAM.
77) Batas
wilayah menunjukan tempat awal mula dan berakhirnya sesuatu, juga menandai
kepemilikan atas sesuatu. Untuk batas daratan biasanya terdapat penegasan batas
yang dilakukan dengan menandai perbatasan dengan memasang tanda-tanda atau
patok-patok batas di sepanjang garis perbatasan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan untuk batas alam seperti gunung, sungai, danau,dll. Lalu bagaimana
dengan danau dan sungai? Yang tidak bisa dilayari ialah bahwa sungai dan danau
tersebut dibagi dua sama atau dengan garis tengah menurut konfigursi sungai dan
danau yang ada. Sedangkan untuk bisa dilalui ialah garis tengah daerah tersebut
bebas untuk dilalui.
Untuk menentukan batas laut kedua negara, maka ada dua
konsep yang digunakan, yaitu konsep Teritorial Laut dan Zona Ekonomi Eksklusif.
Konsep tersebut adalah perangkat yang disepakati melalui konvensi hukum laut UNCLOS 1982, yaitu adanya konsep Laut
Teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil dari garis dasar yang dipakai
untuk menentukan batas Laut Teritorial suatu negara. untuk wilayah laut ada yang
menambahkan dengan wilayah Zona Tambahan, yaitu nilai strategis batas wilayah
laut dengan Zona Tambahan selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah
selebar 12 mil laut. Selain Laut Teritorial, ZEE, dan Zona Tambahan ada juga
Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah dibawahnya yang berbatasan dengan
daerah dasar laut dibawah laut teritorial sampai dengan batas maksilam 300 mil
dari garis pangkal atau 100 mil dari kedalaman 2500 meter. Batas suatu negara
di laut kemudian ditetapkan dengan menarik garis-garis pangkal yang
menghubungkan rangkaian titik-titik terluar yang disebut titik dasar.
Konvensi paris 1919 mengakui bahwa setiap negara
memiliki kedaulatan penuh atas ruang udara diatasnya. Konsekuensinya adalah memberikan
hak kepada negara untuk mengatur maskapai penerbangan yang beroperasi di
wilayah udara mereka. Ratifikasi konvensi 1919 berjalan lambat sehingga muncul
konvenci 1944. Konvensi 1944 menyatakan hukum internasional tidak memberikan
hak untuk lintas damai melalui ruang udara, dan memasuki ruang udara suatu
negara dibutuhkan ijin dari negara dimana wilayah udaranya akan dimasuki.
Apabila mempelajarai konvensi 1944 maka terlihat bahwa tidak ada satupun pasal
yang mengatur mengenai batas wilayah udara baik itu secara horisontal maupun
vertikal. Untuk wilayah udara secara horisontal dapat diselesaikan dengan
melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya dalam hukum laut
internasional,sehingga menimbulkan kebebasan yang diawasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar