Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 April 2017

Peran Pemerintah dalam Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Kampung Naga demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat




a)      Potensi Ekonomi yang ada di Kampung Naga
Potensi ekonomi dalam hal ini adalah sumber daya desa yang dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Di Kampung Naga, potensi sumber daya alam yang terbentang luas adalah lahan pertanian dan ladang. Hal ini dikarenakan kondisi geografis desa yang berada di dataran rendah. Dari sektor pertanian, hasil utama dari Kampung Naga adalah Padi. Namun juga ada hasil tanaman lain seperti kayu untuk bahan bangunan. Selain itu, Kampung Naga juga memiliki potensi dari sektor perikanan. Pengembangan sektor perikanan ini tidak harus yang berbasis pada perikanan air asin, tetapi juga untuk perikanan air tawar. Hasil utama dari sektor perikanan adalah ikan mas, mujaer, nilem, gurame, nila, dan bibit ikan. Kampung Naga menolak jika desa tersebut disebut sebagai obyek wisata karena menjurus kearah tontonan. Maka ada ciri khas yang dapat mendatangkan orang untuk bersilahturahmi  yang dapat dijadikan potensi ekonomi dalam pembangunan Kampung Naga. Ciri khas dapat dijadikan potensi ekonomi dalam pembangunan Kampung Naga. Keunikan dan budaya yang masih dipegang oleh penduduk ini yang merupakan situs peninggalan sejarah dapat dijadikan sumber ekonomi desa selain untuk menambah wawasan sejarah masyarakat. Selain itu, Kampung Naga mempunyai potensi untuk pengembangan usaha kecil menengah. Usaha mikro dan menengah yang ada di desa ini adalah kerajinan yang dapat dijadikan oleh-oleh, seperti sandal, gantungan kunci, kipas, dan lain-lain.
b)      Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Kampung Naga demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat
Pemberdayaan ekonomi di Kampung Naga ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi ekonomi desa yang dulunya mengalami kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan ekonomi masyarakat ini dapat diketahui melalui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam membangun Kampung Naga di bawah ini:
1.      Pemerintah Kabupaten
Dalam pengembangan ekonomi kerakyatan di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya merupakan aktor yang diberi kesempatan untuk menentukan kebijakan pembangunan yang akan dibuat. Peran Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya selain menjalankan fungsi perencanaan, fasilitator dan pengawasan, juga mengadakan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Di Kampung Naga, program pemberdayaan ekonomi yang ada diupayakan untuk mempunyai program yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan dari semua sektor yaitu pertanian/perkebunan, perikanan, UKM. Program berkelanjutan ini sudah dituangkan dalam peraturan Kabupaten Tasikmalaya untuk melakukan rencana pengembangan wilayah sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
2.      Pemerintah Kecamatan
Dalam pembangunan desa melalui pemberdayaan ekonomi di Kampung Naga, Kecamatan Salawu bertindak sebagai fasilitator antara pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dengan pemerintah Desa Neglasari.  Kecamatan hanya mempunyai wewenang melaksanakan apa yang ditugaskan oleh bupati. Hal ini dikarenakan kecamatan tidak mempunyai otonomi. Sehingga, kecamatan merupakan sarana untuk membantu dan mempermudah kabupaten mengawasi pembangunan setiap  daerah yang menjadi wilayahnya.
3.      Pemerintah Desa
Desa merupakan level pemerintahan terendah yang mempunyai otonomi sendiri untuk mengelola wilayahnya sesuai dengan potensi dan karakter masing-masing. Seiring dengan dengan munculnya paradigma baru dalam pembangunan yaitu pemberdayaan masyarakat, maka pembangunan desa dimulai dari pemerintah desa yang menjadi tingkat pemerintahan yang dekat dengan masyarakat. Di Kampung Naga, upaya yang dilakukan pemerintah Desa Neglasari  sebagai berikut:
a.       Menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan.
b.      Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pembangunan ekonomi desa.
c.       Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi ekonomi desa dengan pendidikan dan pelatihan, program simpan pinjam dan pembangunan sarana dan prasarana.
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Muktiharjo Menuju Desa Tidak Tertinggal
a)        Faktor Pendukung
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dalam merencanakan sebuah pembangunan. Kampung Naga merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Salawu yang mempunyai bentang alam berupa lahan pertanian yang melimpah. Selain itu kondisi geografis yang dilalui beberapa sungai menyebabkan desa ini mempunyai potensi pula dibidang perikanan. Selain itu, sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam upaya pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia adalah aktor yang menjalankan pembangunan. Kampung Naga adalah desa yang mempunyai jumlah penduduk yang banyak 306 jiwa.
Adanya arus globalisasi dan kemajuan teknologi sebenarnya mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kampung Naga. Di Kampung Naga, globalisasi ini dapat mem-pengaruhi pembangunan ekonomi desa yang sedang berlangsung. Namun masyarakat sekitar menolak dengan adanya globalisasi terutama dalam bidang pertanian. Hal yang tampak nyata dalam bidang pertanian yaitu penggunaan pupuk organik dan pengolahan sawah dengan bajak. Selain itu, terdapat juga pengaruh negatif dari globalisasi bagi pembangunan desa yaitu terjadinya urbanisasi. Kondisi ini pada akhirnya mempengaruhi kondisi perekonomian desa. Dari sisi kemajuan teknologi informasi, masyarakat juga dapat dengan mudah untuk mengakses perkembangan sistem bertani, mengelola ikan atau bahkan mendirikan sebuah usaha.
b)        Faktor Penghambat
Di Kampung Naga, keterbatasan modal ini menjadi penghambat dalam proses pembangunan ekonomi masyarakat.  Seperti yang telah diketahui bahwa ketersediaan dana dapat mendukung atau menghambat pembangunan. Kondisi keterbatasan dana yang ada di Kampung Naga mempunyai pengaruh terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan. Di Kampung Naga, ketersediaan sarana  dan prasarana ini merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase dan fasilitas publik lain seperti sarana pendidikan dan kesehatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi sudah tersedia. Namun, dalam pengem-bangannya masih membutuhkan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, partisipasi masyarakat merupakan aspek utama dalam upaya melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Di Kampung Naga, partisipasi masyarakat dirasakan kurang. Hal ini dapat diketahui dari masih kurangnya masyarakat dalam musyawarah-musyawarah yang membahas mengenai pembangunan desa.

Pendekatan Falsafah Sains Al-Quran dalam Kurikulum Pendidikan Kebangsaan :Falsafah Manusia dalam Al-Quran



PENDEKATAN FALSAFAH SAINS AL-QUR’AN
DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN KEBANGSAAN: FALSAFAH MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
Untuk mata kuliah Hukum Islam
Dosen Pengampu:
Dra.Ch Baroroh.M.Si


Disusun oleh:

Nama   : Anggi Yoga Pramanda
                                    Nim     : K6414007





PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Negara yang berkembang seperti Indonesia masih dibelenggu dengan fenomena permasalahan pendidikan. Usaha yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama Indonesia dalam sistem pendidikan telah membawa pada tranformasi yang besar dalam kurikulum pendidikan kebangsaan. Melakukan beberapa perubahan pada sistem pendidikan perlu dilakukan bagi merealisasikan hasrat dan tujuan selaras dengan Falsafah Pendidikan Negara. Faktor ini berdasarkan pada pembentukan masyarakat masa depan akan lahir dari generasi yang terlatih dengan bentuk pendidikan masa kini. Kurikulum sekolah juga memerlukan pendekatan Sains al-Qur’an untuk melahirkan siswa yang dapat mengimbangi antara duniawi dan ukhrawi. Hal ini amat penting karena dalam kurikulum pendidikan kebangsaan ada menekankan pada aspek insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Selain itu, pengaplikasian sains al-Qur’an dalam kurikulum menunjukkan bahwa sains dan al-Qur’an tidak boleh dipisahkan.Fokus kajian ini merujuk kepada falsafah sains al-Qur’an agar sains al-Qur’an dapatditerapkan dalam kurikulum pendidikan kebangsaan
Pendidikan adalah suatu usaha yang akan merealisasikan pembentukan masyarakat yang bertamadun. Sistem pendidikan yang berdasarkan pada sains al-Qur ’an dapat membentuk masyarakat yang baik. Sistem yang dimaksudkan ini menggunakan pendekatan pendidikan sains al- Qur ’an yang menggabungkan sains sosial, sains natural dengan sains ketuhanan dalam kurikulum. Oleh karena itu, ketiga bagian ini perlu disatukan dalam kurikulum, baik pada pendidikan dasar,menengah, dan pendidikan tinggi dalam usaha memantapkan masyarakat yang akan memartabatkan ilmu tamadun (hadharah) berdasarkan Islam. Dengan demikian, penghayatan sains al-Qur’an akan melahirkan generasi ulul albab atau generasi Islam yang membangun dari pelbagai aspek keilmuan.
Usaha ini juga untuk mendukung arus kebangkitan islamisasi ilmu (Islamization of khowledge) di kalangan sarjana Islam diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ilmu harus digarap kembali dengan prinsip  pemikiran falsafah sains al-Qur ’an dalamkurikulum pendidikan kebangsaan sebaga ikesinambungan ke arah mewujudkan masyarakat bertamadun yang memahami,menghayati, dan membangun ilmu secara menyeluruh dan terintegrasi. Sehingga dalam makalah ini akan di bahas mengenai bagaimana pendekatan falsafah sains al-quran dalam kurikulum pendidikan kebangsaan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dan definisi pendidikan di dalam Al-Qur’an?
2.      Bagaimana bentuk Pendidikan Falsafah Sains Modern dan Sains al-Qur’an?
3.      Bagaimana hakekat falsafah manusia di dalam Al-Quran?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui konsep dan definisi pendidikan di dalam Al-Qur’an
2.      Mengetahui bentuk pendidikan falsafah sains modern dan sains al-qur’an
3.      Mengetahui hakekat falsafah manusia di dalam Al-Qur’an



















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi dan Konsep Pendidikan
Dalam bahasa Inggris, pendidikan disebut sebagai education yang berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Latin, yaitu e’ex dan ducereduc yang berarti ‘memimpin’. Dari definis itersebut dapat diinterprestasikan sebagai mengumpul informasi ke dalam diri untuk membentuk bakat.
Dalam bahasa Arab terdapat beberapa katayang merujuk kepada makna pendidikan. Katayang selalu digunakan antara lain ialah:
a.       Tarbiyyah,berasal dari kata dasar ‘rabba’(mengasuh, memelihara atau memimpin). Iajuga merujuk kepada proses perkembangan potensi individu, mengasuh atau mendidik untuk menuju pada satu keadaan yang nyaman dan matang.
b.      Ta’lim, berasal dari kata‘alima(mengetahui,memberitahu, melihat). Ia merujuk kepada proses menyampaikan atau menerima ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui latihan,bimbingan atau yang lain berbentuk pengajaran.
c.       Ta’dib,berasal dari kata aduba(mengetahui,berdisiplin, dan berbudaya). Ia merujuk kepada proses pembinaan watak dan pengajaran hal-hal mendasar untuk hidup bermasyarakat, termasuk memahami dan menerima prinsip yang paling mendasar sekali, yaitu keadilan.
Secara umum, ketiga istilah di atas bermakna pendidikan. Tetapi jika diteliti secara  mendalam ternyata ketiga istilah memiliki makna yang berbeda. Menurut al-Attas, antara ketiga istilah tersebut, istilah ta’dib lebih tepat karena mempunyai makna yang lebih spesifik untuk menggambarkan proses pendidikan manusia  dibandingkan dengan istilah tarbiyyah yang mempunyai maksud yang lebih luas. Beliau memperkuat alasannya dengan mengambil contoh Rasulullah SAW yang telah menggunakan perkataan ta’dibuntuk merujuk tentang pendidikan yang diberikan oleh Allah SWT kepada baginda.
Banyak definisi tentang konsep pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Omar Hashim, pendidikan adalah pemindahan suatu keahlian atau pengetahuan dari seorang guru kepada para muridnya. Selain itu, Hamid Reza Alavi menjelaskan pendidikan adalah satu proses pembelajaran yang bertujuan untuk melengkapkan manusia dengan pengetahuan dan keahlian yang membuatkan mereka dapat hidup lebih baik.
Tokoh falsafah Yunani juga tidak ketinggalan membicarakan pendidikan. Menurut Aristoteles, pendidikan ialah pemupukan tabiat yang terbaik dan perlu dihayati oleh seseorang supaya mereka melakukan dengan baik. Tambahnya lagi, tabiat yang paling baik ialah penggunaan akal untuk berpikir. Dengan demikian, pendidikan merupakan satu usahauntuk merealisasikan semaksimal mungkin segala potensi kebaikan yang dimiliki manusia.
Dalam konteks Islam, pendidikan merupakan satu pelajaran atau pendidikan, baikberkaitan dengan aspek kognitif, fisik, maupun rohani untuk melahirkan insan yang berperikemanusiaan. Definisi falsafah ini bertujuan untuk pembentukan individu sehingga menjadi seorang manusia yang benar-benar sempurna dari segi akhlak dan rohani.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan satu proses dan usaha untuk menghasilkan sesuatu, mengubah pandangan atau cara berpikir yang seterusnya membawa kepada paradigma tingkah laku seseorang. Pendidikan merupakan proses yang berlangsung secara berkesinambungan karena tidak hanya didapat di ruang kelas saja, melainkan juga didapat dari pengalaman, pengamatan, dan ilham. Dalam konteks Islam, sumber yang paling dasar untuk pendidikan diperoleh dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
B.     Pendidikan Falsafah Sains Modern dan Sains al-Qur’an
1.      Pendidikan Falsafah Sains Modern:
Ahli sains Barat mendefinisikan sains sebagai kaedah untuk mencapai kebenaran mutlak melalui penyelidikan empiris dengan data yang dikumpulkan melalui pancaindera. Dengan kata lain, proses sains modern merupakan upaya mencari kebenaran melalui jalan rasional. Sains modern juga disebut sebagai suatu disiplin yang menilai sesuatu tinjauan dan informasi secara objektif, bukan secara subjektif seperti gerak hati atau emosi (intuisi).
Sains modern yang dipelajari oleh Barat berasal dari tamadun Islam. Dalam tamadun Islam, sains tidak terpisah dari agama karena mereka memahami falsafah sains dengan prinsip pemikiran al-Qur’an. Namun, paham rasionalisme yang menolak agama telah melahirkan sekularismedalam sains, yaitu memisahkan sains dari agama. Ini bertentangan dengan paham Islam yang menyepadukan rasional dengan agama.
Pendidikan Falsafah Sains al-Qur’an:Setiap bidang ilmu dalam Islam saling melengkapi antara satu sama lain yang merujuk kepada konsep tauhid. Melalui al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, Allah SWT telah mengajarkan manusia tentang peraturan untuk hidup secara individu dan bermasyarakat.Di samping panca indera, manusia juga dikaruniaiakal pikiran yang dapat menafsirkan danmemahami sesuatu yang di luar pancaindera.
Para ahli falsafah Islam umumnya membagi ilmu kepada dua kelompok, yaitu ilmu naqli yang berdasarkan kepada wahyu, dan ilmu‘aqli berdasarkan ilmu pengetahuan. Ilmu naqliialah ilmu yang diberikan kepada para Rasul untuk disampaikan kepada umat mereka. Ilmu ini mengandung petunjuk untuk manusia menuju kejalan Allah SWT. Sedangkan ilmu pengetahuan ialah ilmu tentang diri manusia dan alam. Ilmupengetahuan diperoleh manusia melaluipengalaman hidup secara jasmani, penyelidikan,dan pengkajian.
Ilmu wahyu diwajibkan kepada setiap orang Islam untuk mempelajarinya dan digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan. Sains berdasarkan wahyu, yaitu sains al-Qur’an menjadi tujuan penyelidikan ke arah keputusan yang menunjukkan tanda keesaan Allah SWT sebagai pencipta. Firman Allah SWT dalam surah Âli‘Imrân (3), ayat 190:
Yang bermaksud,“Sesungguhnya dalam penciptaan langit danbumi, dan silih bergantinya malam dan siangterdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.
Tujuan pendidikan Islam ialah memupuk keimanan terhadap kebenaran dan kebesaran Allah SWT. Jadi, semua fakta dan penemuan ahli sains Islam ditafsirkan mengikut ketentuan ilmu al-Qur’an. Sedangkan sains dan teknologi yang berlandaskan paham materialisme bertujuan hanya untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan hidup manusia. Pandangan ini meletakkan sains dan teknologi berperan sebagai pengubah lingkungan alam menjadi produkkebudayaan bendawi sehingga manusia menjadinyaman dan maju melalui kenyamananlingkungannya. Ini bertentangan dengan konsepal-Qur’an yang melihat faktor utama perubahansosial ialah manusia itu sendiri dan bukan sajalingkungannya. Firman Allah SWT dalam surah
al-Ra’d (13), ayat 11:
Yang bermaksud,“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yangselalu mengikutinya bergiliran, di muka dandi belakangnya, mereka menjaganya atasperintah Allah. Sesungguhnya Allah tidakmerobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada dirimereka sendiri. dan apabila Allah menghendakikeburukan terhadap sesuatu kaum, Maka takada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia
2.      Integrasi Sains al-Qur’an dengan Sains Modern
Sejarah membuktikan implikasi dari mengesampingkan prinsip pemikiran sains al-Qur’an pada zaman pertengahan menyebabkan tamadun tersebut menjadi merosot. Pada masa itu umat Islam telah mengabaikan aplikasi prinsip al-Qur’an dalam pengajaran dan pembelajaran sains natural serta sains sosial. Perkembangan pemahaman Islam yang tidak komprehensif ini telah memberi dampak negatif terhadap tamadun Islam pada zaman pertengahan. Umat Islam juga tidak memberi perhatian untuk mengintegrasikan sains ketuhanan dengan sains natural dan sains sosial.
Konsep pendidikan yang memisahkanilmu dengan agama menyebabkan aplikasi sains natural dan sains sosial tidak mendapat perhatian oleh sains ketuhanan. Barat telah mengambil dan mengimbangi teori sains berdasarkan prinsip al-Qur’an yang telah dibangun oleh ahli sains Islam untuk membentuk tamadun Barat. Zaman kegemilangan tamadun al-Qur’an ditiru oleh Barat hanya dari segi keduniaan yang bersifat materialistik dengan meninggalkan urusan akhirat. Sedangkan orang Islam tidak memberi perhatian terhadap al-Qur’an serta mempunyai pemahaman Islam yang sempit, yaitu hanya berkaitan soal ibadah khusus saja, dan mengabaikan kewajiban ibadah umum terutama dalam bidang sains. Akibatnya, umat Islam mengalami zaman kemunduran tamadun al-Qur’an.
Pada dasarnya, falsafah sains al-Qur’andalam kurikulum mempunyai keterkaitan antaratiga kategori utama ilmu yaitu; ilmu ketuhanan,ilmu sosial, dan ilmu natural yang berdasarkanprinsip al-Qur ’an. Namun, ilmu ketuhananmenjadi landasan kebebasan berpikir untukpembangunan ilmu sosial dan ilmu natural untukmemastikan manusia mengikuti peraturan yangditetapkan oleh Allah SWT. Dengan demikian,pencapaian sains dalam kurikulum dapatmendekatkan diri manusia dengan pencipta-Nya.
3.      Contoh Ayat al-Qur’an Berkaitan Integrasi Sains Ketuhanan, Sosial, dan Natural dalam Pendidikan
Terdapat beberapa ayat al-Qur’an yangmenunjukkan keterkaitan antara sains ketuhanan,sains sosial, dan sains natural. Firman Allah SWT:
1.      Surah al-Saba’ (34) ayat 10-11:
Dan Sesungguhnya telah Kami berikankepada Daud kurnia dari kami. (kamiberfirman): “Hai gunung-gunung danburung-burung, bertasbihlah berulang-ulangbersama Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan”.
Ayat ini menerangkan kajian sumber daya alam, yaitu besi (sains natural) dapat diproses dengan ilmu dan teknologi menjadi bahan untuk membuat peralatan yang dimanfaatkan oleh manusia (sains sosial). Allah SWT juga menyeru manusia agar mengerjakan amal soleh dan memberi peringatan bahwa Allah SWT melihat segala perbuatan manusia (sains ketuhanan).Keterkaitan ketiga unsur ini dapat dilihat melaluiperingatan Allah SWT kepada manusia supayamemastikan karunia-Nya dimanfaatkan sesuai peraturan yang telah ditentukan oleh hukum-Nya,baik secara individu maupun masyarakat.
2.      Surah al-A’raf (7) ayat 85:
Dan (kami telah mengutus) kepadapenduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib.ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah,sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Makasempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusiabarang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”.
Ayat ini menunjukkan keimanan (sainsketuhanan) yang dapat memelihara seseorang darisifat tidak jujur, seperti menipu dengan mengurangi takaran dan timbangan (sains sosial). Oleh karena itu, orang yang beriman menyadari bahwa menipu dalam perdagangan adalah memakan harta dengan cara yang salah akan menyebabkan dia termasuk golongan yang rugi.
3.      Surah al-Nahl (16), ayat 11-12:
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaumyang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yangdemikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya)”.
Ayat ini menerangkan tentang kekuasaan Allah SWT menurunkan hujan dan menyuburkan tanah yang dapat menghidupkan tanaman (sains natural). Dijelaskan juga jenis buah-buahan yang dapat dinikmati oleh manusia (sains sosial). Selain itu, Allah SWT juga menegaskan bahwa semua ini menunjukkan kebesaran Allah bagi manusia untuk berpikir, yaitu merenung dan memperhatikan (sains ketuhanan) agar manusia melakukan penelitian dan dapat memahami hukum alam sebagai tanda kekuasaan Allah SWT.
C.    Hakekat Manusia dalam al-Qur'an
 Bila diperhatikan  ungkapan  yang  dipergunakan  al-Qur’an  untuk menunjukkan konsep  manusia, maka dapat dibedakan dalam tiga macam:
1.                       al-Insan, al-Ins, Unas, al-Nas,  Anasiy  dan  Insiy  yang semuanya berakar dari huruf  hamzah, nun  dan  sin. Akan tetapi, kata  insan, asal katanya diperselisihkan, sebagian ahli bahasa berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata  nasiya-yansa  berarti lupa. Hal ini berdasar pada pendapat Ibnu Abbas bahwa; manusia dikatakan  insan  karena manusia melupakan janjinya kepada Tuhan. Pendapat kedua mengatakan asal kata tersebut adalah insiyan  yang berasal dari kata  nasa yanusu  yang bermakna berguncang. Pendapat ketiga adalah kata  insan  berakar pada  ins  yang berarti (keadaan) tampaknya sesuatu dan jinak.
Makna ini relevan dengan makna kejiwaan seperti keramahan, kesenangan dan pengetahuan. Hal ini terlihat dari kata kerja yang terbentuk  anisa, ya’nisu,  anusa ya’nusu, anasa ya’nisu  berarti ramah, suka, kata  anasa,  yu’nisu  menjadi jinak, merasa sesuatu, melihat, mendengar Bentuk terakhir dengan arti melihat digunakan dalam al-Qur’an.
Melihat bentuknya, maka kata  insan  dapat dikatakan mengandung konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki keramahan dan kemampuan mengetahui yang sangat tinggi atau sebagai makhluk sosial dan kultural.Konsep manusia sebagai makhluk sosial dapat dilihat dalam QS. Al-Hujarat (49): 13.
Sedang konsep manusia sebagai makhluk kultural terlihat dalam pernyataan al-Qur’an yang melengkapi manusia sarana untuk mendapatkan pengetahuan seperti pendengaran penglihatan dan fuad walaupun ia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu QS. Al-Nahl (16):78.
2.         Al-Basyar  yang berakar dari huruf  ba,  syin  dan  ra  berarti nampaknya sesuatu dengan baik dan indah.Dari makna ini terbentuk kata kerja  basyara  yang berarti bergembira, menggembirakan dan menguliti. Oleh Ragib al-Asfahaniy memaknai dengan kulit.
Secara realitas manusia dikatakan  basyar  karena mempunyai kulit. Akan tetapi, pada umumnya kata  basyar  dalam al-Qur’an berarti gembira. Makna ini tidak bertentangan karena manusia dapat menemukan kegembiraan dan sekaligus memberikan kegembiraan pada sesamanya.Dengan demikian, kata  basyar  merujuk pada aspek realitas manusia sebagai pribadi yang kongkrit dan utuh, sehingga berbeda dengan kata  insan.
Perbedaan keduanya terlihat dalam QS. Al-Hijr (15);26-29.
Terjemahnya :”Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.Dan kami Telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Dilain ayat kata basyar  mengisyaratkan manusia yang sudah dewasa yang bertanggung jawab QS. al-Rum (30):20.
Terjemahnya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”
Bertebaran diartikan berkembang biak akibat hubungan seksual atau bertebaran mencari reski. Kedua hal ini hanya dilakukan oleh orang yang sudah dewasa dan bertanggung jawab.Begitu pula ketika Maryam merasa heran dapat mempunyai anak padahal belum pernah disentuh oleh basyar (manusia dewasa) QS. Ali Imran (3):47.
Terjemahnya :”Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia.”
Dengan demikian,  konsep manusia sebagai  basyariat al-Insan  mencakup makna yang lebih luas yakni eksistensi manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab disamping dimensi lainnya.Karena itulah diberikan kepadanya al-Kitab dan kenabian, QS. Ali 'Imran (3):79.
Terjemahnya:”Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Meskipun kedua konsep tersebut (manusia sebagai  al-insaniat  dan manusia sebagai  al-basyariat), berbeda akan tetapi  mengantar  kepada  filosof,  karena sarana  dan  prasarana  yang  dimiliki  serta  kemampuan  memanfaatkannya secara  sempurna  dan  bertanggung  jawab  yang  kemudian  menghasilkan  suatu ilmu.
3.    Banu  dan zurriyat, kedua kata ini dikaitkan dengan Nabi Adam. Kata  banu  berakar  dar  hurup  ba,  nun  dan  ya  berarti  sesuatu  yang  lahir  dariyang  lain,dan  kata  zurriyat  berakar  pada  huruf  zal  dan  ra  bermakna kehalusan  dan  tersebar.Bila  dihubungkan  dengan  Nabi  Adam,  maka  dapatmemberi  kesan  kesejarahan  manusia  yang  mempunyai  satu  asal.  Banu  Adam memberi  dasar  kesedarahan  bagi  seluruh  umat  manusia,  sedang  zurriyahAdam  mengandung  konsep  keragaman  umat  manusia  yang  tersebar  dalamberbagai  warna  dan  bangsa.  Dari sini dapat dipahami adanya konsep persamaan dan kesatuan manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa hakekat manusia dalam al-Qur’an adalah keturunan adam yang memiliki dimensi sosial dan kutural serta bertanggung jawab
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Masyarakat hari ini kian meminggirkan unsur keagamaan dan kerohanian, malah digantikan dengan unsur material dalam kehidupan mereka. Untuk mewujudkan masyarakat yang berlandaskan Islam kita  memerlukan satu langkah drastis dalamkehidupan sehari-hari. Langkah ini perlu diikuti dengan tindakan yang positif dan memberi dampak. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan cara memartabatkan pendidikan falsafah sains al-Qur’an dalam sistem pendidikan negara. Kesadaran dan kesungguhan dari berbagai pihak, terutama umat Islam untukmerealisasikan konsep ini amat diharapkankhususnya dalam bidang pendidikan formalsekarang. Perkembangan sistem pendidikan perlu menuju ke arah konsep ini agar terbentuk generasi Islam yang membangun dari berbagai bidang yang ditekuni dan tidak memisahkan semua bentuk  ilmu dangan al-Qur ’an. Melalui reformasi kurikulum ini, mereka akan dibentuk berlandaskan falsafah sains al-Qur’an agar terbentuk generasi yang bertamadun
 Pendidikan falsafah sains al-Qur’an dapa tmembentuk sistem pendidikan yang terintegrasi karena kesepaduan antara sains ketuhanan, sains sosial, dan sains natural. Oleh karena itu, sains ketuhanan menjadi landasan dalam pembentukan kemajuan dan tamadun yang dicapai oleh sains  sosial dan sains natural. Kesadaran umat Islam seluruh dunia untuk merealisasikan konsep ini amat diharapkan khususnya dalam menghadapi era globalisasi. Dengan kesungguhan umat Islam,cita-cita untuk melihat keserasian prinsip pendidikan falsafah sains Islam dalam ilmu sains dan teknologi akan dapat direalisasikan sepenuhnya satu masa mendatang.





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Muhammad Basmeih. Tafsir Pimpinanal-Rahman kepada Pengertian Al-Qur’an.Kuala Lumpur: Bahagian Hal EhwalIslam, Jabatan Perdana Menteri, 1996.
Abu Hassan Ali. Ensiklopedia Pendidikan Sainsdalam al-Qur’an. Jld 1. Kuala Lumpur:Emedia Publication, 2005.
Ahmad, Kurshid. Prinsip-prinsip PendidikanIslam. Kuala Lumpur: ABIM., 1975.
Al-Ahwaniy, Ahmad Fuad, al-Falsafah al-Islamiyah, Kairo: Dar al-Qalam, 1962.
Ali, Yunasril, Manusia Citra Ilahy Jakarta: Paramadina, 1997.
Amin, Ahmad,  al-Akhlak, diterjemahkan oleh Farid Ma’ruf dengan judul  Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1983.