1)
Masa
Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pelaksanaan
demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang
Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal
3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau
parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di
Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai
politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti
memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Masa demokrasi liberal
yang parlementer, presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai kepala
negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa ini peranan parlemen, akuntabilitas
politik sangat tinggi danberkembanganya partai partai politik.
Ciri-ciri
demokrasi liberal adalah sebagai berikut:
a. Presiden
dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat,
b. Menteri
bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah,
c. Presiden
bisa dan berhak berhak membubarkan DPR, dan
d. Perdana
Menteri diangkat oleh Presiden.
Praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan oleh: Dominannya partai
politik, landasan sosial ekonomi yang masih lemah, tidak mampunya konstituante bersidang
untuk mengganti UUDS 1950. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1. Bubarkan
konstituante,
2. Kembali
ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950,
3. Pembentukan
MPRS dan DPAS
Kegagalan
dari pelaksanaan demokrasi liberal yaitu, instabilitas Negara karena terlalu
sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan
secara efisien sehingga perekonomian di Indonesia sering jatuh dan terinflasi. Selain
itu memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akibat lemahnya
sistem pemerintahan.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi
dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara. Konsep
sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam
pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Masa demokrasi
terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau
demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana
menteri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai
setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya dekrit presiden 5
Juli 1959.
Pengertian
demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua
kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan
ciri: dominasi Presiden, terbatasnya peran partai politik, dan berkembangnya
pengaruh PKI.
Ketegangan-ketegangan
politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak
menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan
darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan
dalam menyusun konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai
pijakan hukum yang mantap..
Penyimpangan
masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin
partai banyak yang dipenjarakan, peranan parlemen lemah bahkan akhirnya
dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR, jaminan HAM lemah,
terjadi sentralisasi kekuasaan, terbatasnya peranan pers, kebijakan politik
luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa
pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari
pemerintahan Orde Lama.
Perbedaan
Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
Aspek
|
Demokrasi
Liberal
|
Demokrasi
Terpimpin
|
Penyaluran tuntutan
|
tingggi tapi sistem belum memadai
|
tinggi tapi tidak tersalurkan karena
adanya front nasional
|
Pemeliharaan nilai
|
penghargaan HAM tinggi
|
penghormatan pada HAM rendah
|
Kapabilitas
|
baru sebagian yang dipergunakan,
kebanyakan masih potensial
|
abstrak, distributif, dan simbolik
ekonomi tidak maju
|
Gaya politik
|
ideologis
|
ideolog nasakom
|
Kepemimpinan
|
angkatan sumpah
|
tokoh kharismatik dan paternalistik
|
Integrasi vertikal
|
dua arah, atas bawah dan bawah atas
|
atas bawah
|
Partisipasi massa
|
sangat tinggi bahkan muncul kudeta
|
dibatasi
|
Keterlibatan militer
|
militer dikuasai sipil
|
militer masuk pemerintah
|
Aparat negara
|
loyal kepada kepentingan kelompok atau
partai
|
loyal kepada negara
|
Stabilitas
|
instabilitas
|
stabil
|
2)
Infrastruktur politik adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
dalam aktivitasnya dapat mempengaruhi, baik langsung atau tidak langsung,
lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsinya. Fungsi infrastuktur
politik ialah
a. Pendidikan
politik, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka
dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai dengan
paham demokrasi Pancasila dan kedaulatan rakyat. Rakyat harus mamapu
menjalankan tugas partisispasi.
b. Mempertemukan
kepentingan yang beraneka ragam dan kenyataan hidup dalam masyarakat.
c. Agregasi
kepentingan, yaitu menyalurkan segal hasrat, aspirasi dan pendapat masyarakat
kepada pemegang kekuasaan yang berwenang agar tuntutan atau dukungan menjadi
perhatian dan menajdi bagian dari keputusan politik.
d. Seleksi
kepemimpianan, yaitu menyelenggarakan pemilihan pemimpin atau calon pemimpin
bagi masyarakat.
e. Sebagai
komunikasi politik dengan menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam
masyarakat baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor
kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintah
Antara
bagian-bagian suprastuktur politik dengan infrastruktur politik terdapat
hubungan saling mempengaruhi sehingga menumbuhkan suasana kehidupan politik
yang serasi. Unsur-unsur infrastruktur politik berfungsi memberikan masukan
kepada suprastruktur politik. Unsur-unsur infrastruktur politik tersebut yaitu
:1) partai politik, 2) kelompok kepentingan, 3) kelompok penekan, 4) media
komunikasi politik, 5) tokoh politik
Contohnya,
di dalam suatu sistem perpolitikan tidak akan terlepas dari suatu
kelompok-kelompok tertentu yang berusaha untuk mempengaruhi kekuasaan di
pemerintahan untuk mengambil suatu kebijakan. Kelompok-kelompok ini akan terus
berusaha memberika pengaruh kepada kekuasaan yang sedang memimpin tanpa harus
secara langsung terlibat dalam suatu pemerintahan. Tujuannya semata-mata untuk
kepntingan kelompok itu dan anggota-anggotanya.
Kelompok-kelompok
itu bisa termasuk di dalam kelompok kepentingan yang memusatkan perhatian pada
bagaimana mengartikulasikan kepentingan tertentu kepada pemerintah sehingga
pemerintah menyusun kebijakan yang menampung kepentingan kelompok. Bisa juga
termasuk sebagai kelompok-kelompok penekan dimana mereka mempunyai tujuan untuk
melancarkan tekanan-tekanan atas kekuasaan yang sedang berjalan, bertindak
untuk mempengaruhi kekuasan, tetapi tidak langsung mengambil bagian dalam
kekuasaan. Salah satu contoh dari dua kelompok tersebut adalah organisasi
kemasyarakatan (ormas). Ormas bisa berperan sebagai kelompok penekan ataupun
kelompok kepentingan tergantung dari bagaimana cara mereka dalam mempengaruhi
kekuasaan yang ada
Organisasi
masyarakat di dalam salah satu unsur dari infrastruktur politik, dimana
organisasi kemasyarakat yang merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat dan
pikiran bagi anggota masyarakat, mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meingkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam
mewujudkan masyarakat Pancasila
3)
A) Situasi
perpolitikan nasional menjelang runtuhnya Orde Lama, ditandai dengan
pertarungan perebutan pengaruh dan upaya penciptaan hegemoni pada pemerintahan.
Kekuatan yang dominan dan memiliki pengaruh, diantaranya adalah Militer (Angkatan
Darat), Masyumi, PNI, PKI, dan Soekarno. Namun, perkembangan situasi politik
membawa perubahan yang lebih cepat. Semula berhembus isu Dewan Jenderal yang
berada dalam tubuh Angkatan Darat dan dituduh akan melakukan kudeta. Peristiwa
Gerakan Tiga Puluh September (G30S) telah membuka peta politik menjadi semakin
teransparan. Saat itu, PKI menjadi satu-satunya kelompok yang dituduh sebagai
dalang dari upaya kudeta tersebut.
Puncak
dari konstalasi politik tersebut menggiring PKI tertuduh sebagai dalang dan
pelaku pemberontakan. Akibatnya, PKI tidak saja terdepak dari kedudukan
politiknya di kabinet maupun di parlemen. Bahkan, militer di bawah kendali
Soeharto bersama kelompok massa demonstran dari kalangan mahasiswa dan pelajar
(KAMMI dan KAPPI) seakan terhipnotis terbawa isu untuk menghancurkan PKI dan
jaringan Ormasnya.
Pemberontakan
ini juga disebabkan oleh pemerintah yang lebih moderat terhadap oposisi, Sifat
moderat ini tidak harus berupa sikap sebenarnya dari pemerintahan tapi moderat
karena dipaksa oleh lingkungan, Di tahun 1966, pemerintah lebih moderat karena
terjadinya pelemahan dikalangan pemerintah sendiri. Elite di pemerintahan
semakin terbelah dan terpolarisasi antara pendukung dan anti Soekarno,
Perpecahan elit ini memberikan
kesempatan politik (political
opportunity) yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial menentang
kekuasaan. Jelaslah gerakan di Indonesia ini dilahirkan oleh meluasnya
ketidakpuasan di kalangan masyarakat luas, Krisis ekonomi dan ketidakpuasan
atas situasi politik melahirkan baik pemberontakan di tahun 1966.
a. PRRI
di Sumatra Barat gerakan ini menentang kebijakan-kebijakan perimbagan ekonomi
pusat dan daerah dan bersifat ingin menggantikan pemerintahan yang sah.
b. PERMESTA,
gerakan daerah yang dilatarkangbelakangi perimbagan
ekonomi pusat dan daerah akhirnya meluas ke Sulawesi. Gerakan ini menuntut
dilaksanakannya Repelita dan pembagian pendapatan daerah secara adil.
c. DI/TII
gerakan ini berawal dari karto suwiryo ingin mendirikan sebuah negara islam
Dapat
di simpulkan bahwa faktor penyebab pemberontakan pada orde lama ialah tiga
hal,1) bangkitnya semangat untuk mendirikan negara Islam, 2) krisi ekonomi yang
berkepanjangan, 3) pertarungan antara elite politik untuk meduduki posisi
pemerintahan, 4) menguatnya paham komunis yang sudah tidak sesuai dengan
karakteristik bangsa Indonesia
B)
Menurut pendapat saya supaya kedudukan
pemerintah kita dalam persengketaan ini menjadi kuat. Selagi kepentingan Negara
menghendaki persatuan rakyat, dipecahkan persatuannya oleh pengacau-pengacauan.
Perjuangan politik yang sehat, memang menghendaki untuk menyuburkan demokrasi
kita. pemerintah menghormati segala macam ideologi. Bahkan ideologi, betapa pun
juga coraknya tidak akan ditindas oleh pemerintah. Tetapi tindakan anarki
darimanapun datangnya dan kekacauan-kekacauan yang membahayakan Negara dan
mengganggu keselamatan umum akan dibasmi. Pemerintah hanya akan menunjukkan
tindakan correctief kepada
pengacau-pengacau yang membahayakan Negara dan membahayakan keselamatan umum.
Tindakan pengacau itu tidak sedikit terjadi pada waktu yang terakhir ini.
Nyatalah sekali, bahwa tindakan itu dikemudikan oleh lebih dari satu dalang
yang satu sama lain barangkali tidak ada hubungannya. Tetapi mereka bersatu
dalam tujuan, yaitu merobohkan Pemerintah Republik Indonesia. Nyata sekali,
bahwa tujuan-tujuan pengacau itu ialah menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat
dengan menggedor rakyat, memanaskan hati rakyat dan sebagainya, supaya
kepercayaan kepada pemerintah menjadi hilang. Alat-alat kekuasaan Pemerintah
dicobanya dihasut dan dipengaruhi, guna menyukarkan kehidupan di masa sekarang.
Tentara yang sejak dahulu berada di daerah pedalaman, diadu dombakan dengan
tentara hijrah, teristimewa terhadap Tentara Laut. Tentara hendak dipecahkan
supaya lumpuh, agar supaya mereka gampang merobohkan pemerintah. Sebenarnya
bentrokan ini mudah dipadamkan dan didamaikan, tetapi kaum pengacau tidak
menghendakinya. Mereka menghasut terus. Bentrokan ini hendak dijadikan soal
politik dan pertentangan politik
.
4)
Pengaruh
lingkungan internasional
Awalnya adalah krisis ekonomi di Asia, Ini sebuah
fenomena yang paling mencengangkan di dekade sembilan puluhan setelah fenomena
bubarnya Uni Soviet, Sebagaimana dengan bubarnya Uni Soviet, tidak ada yang
menduga jika berbagai negara di Asia Timur mengalami krisis ekonomi yang parah,
Dalam dua dekade belakangan ini, negara Asia Timur memperoleh gelar yang
membanggakan, “The Miracle of Asia, “Dibandingkan dengan kawasan dunia ketiga
lainnya. Namun di akhir dekade sembilan puluhan, pembalikan citra terjadi, Satu
persatu, negara di Asia Timur tumbang, Dimulai dari Thailand, kemudian meluas
ke Malaysia, Korea Selatan dan Indonesia.
Persoalan menjadi bertambah runyam
karean krisis ekonomi menjalar pula kepada krisis politik, Di Korea Selatan,
Thailand dan Indonesia, krisis ekonomi itu berujung kepada pergantian kekuasaan
politik, Di Korea Selatan, pergantian itu terjadi melalui pemilu dimana pihak
oposisi mengambil alih kekuasaan, Sedangkan di Thailand dan Indonesia, penguasa
politik diturunkan di tengah jalan.
Berbagai krisis keuangan menjadi
tanda bahwa kadang pasar bebas tidak sepenuhnya rasional, Unsur irasional
manusia, seperti mania dan panik cepat berkembang dan besar pengaruhnya
mengombang-ambingkan kondisi ekonomi, Apalagi tidak semua pelaku usaha
terinformasi dengan baik atas apa yang terjadi. Di Indonesia krisis ekonomi ini
kemudian membangunkan macan tidur, yaitu gerakan mahasiswa.
Pengaruh
lingkungan domestik
Saat itu gerakan mahasiswa bercampur
dengan aneka kekuatan civil society yang lain, Mereka menuntut perubahan sistem
yang kemudian berubah menjadi gelombang sejarah berupa runtuhnya sistem ekonomi
politik yang tidak demokratis dan tidak pro ekonomi pasar.
Jelaslah gerakan di Indonesia ini
dilahirkan oleh meluasnya ketidakpuasan di kalangan masyarakat luas, Krisis
ekonomi dan ketidakpuasan atas situasi politik melahirkan baik gerakan mahasiswa
di tahun 1966 ataupun di tahun 1998.
Di tahun 1998, pemerintah menjadi
lebih moderat lagi bukan karena perpecahan elit, Kekuasaan pemerintah di bawah
Soeharto tetap solid walau mulai terasa adanya persaingan yang semakin tajam
dilapisan kedua kekuasaan, Saat itu pemerintah dipaksa lebih moderat akibat
tekanan organisasi dan komunikasi internasional, Begitu besar pengaruh IMF
terhadap formulasi kebijakan ekonomi kita. Munculnya tuntutan untuk perubahan
kepemimpinan nasional. Perkembangan itu terutama setelah terjadi penyerangan
markas PDI. Setelah itu proses dan demonstrasi terhadap soeharto dan Orde baru
bertambah besar dan bertambah luas. Tiga bulan setelah pemilu 1997 datang
krisis moneter.
Setelah maraknya gerakan mahasiswa,
di pertengahan Mei 1998 gerakan berubah arah menjadi kerusuhan. Kerusuhan itu
sungguh mencengangkan karena ia mengambil alih gerakan politik yang damai dan
terarah, Sebelum peristiwa tertembaknya beberapa mahasiswa universitas
Trisakti, gerakan politik yang dimotori oleh kelompok mahasiswa, guru besar,
pekerja LSM, intelektual, teknokrat sampai para dokter dan suster.
Namun hanya dalam waktu sekejap,
gerakan politik itu berubah menjadi gerakan huru-hara dan kriminal, Pelaku
gerakan juga berubah dari gerakan kelas menengah menjadi gerakan yang
dikendalikan oleh massa yang beringas, para perusuh dan penjarah, Seolah di
tengah jalan, gerakan politik itu dikudeta menjadi gerakan kriminal dan rasial.
Akhirnya pada Mei 1998 Soeharto resmi mengundurkan diri.
5)
Sebagai konsekuensi dari negara
hukum, perubahan format politik dan sistem pemerintahan harus ditidaklanjuti
dengan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang politik dan
pemerintahan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
meletakan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara dengan kedaulatan di
tangan rakyat yang diwujudkan melalui pengembangan format politik dalam negeri
dan pengembangan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah ke arah yang lebih
demokratis.
Pengalaman sejarah pada masa lalu
baik masa Orde Lama maupun masa Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga
mengakibatkan terjadinya sentralisasi kekuasaan di tangan presiden. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya
dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen merupakan
keharusan,karena hal itu akan mengantar bangsa Indonesia ke
arah tahapan baru penataan terhadap ketatanegaraan
Dengan amandemen UUD 1945, Lembaga MPR mengalami transformasi
kedudukan dari lembaga tertinggi negara
menjadi lembaga permusyawaratan rakyat yang lebih lemah kedudukannya. MPR
menjadi salah satu organ negara yang menjalankan tugas-tugas konstitusional
yang kedudukannya sederajat dengan
lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. MPR secara sukarela mengurangi
kekuasaannya sendiri berdasarkan Undang-Undang Dasar, Presiden dan Wakil
Presiden yang semula dipilih oleh MPR diubah menjadi dipilih langsung oleh
rakyat. MPR mengurangi lagi kewenangannya sendiri dengan menegaskan status hukum dan materi ketetapan MPR/S yang pernah
ditetapkan, dan sekaligus mengakhiri kewenangannya sendiri untuk menetapkan
ketetapan MPR yang bersifat mengatur di masa-masa selanjutnya. Sehingga setelah amandemen MPR hanya memiliki
kekuasaan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar, melantik Presdien dan Wakil
Presiden, serta memberhentikan Presiden/Wakil Presiden seusai masa jabatannya
atau jikalau melanggar konstitusi. Oleh karena itu, Presiden bersifat “Neben” bukan
Untergeornet” dengan MPR karena
Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Susunan keanggotaan MPR mengalami
perubahan dari semula terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah
dan Utusan Golongan, menjadi anggota DPR ditambah dengan DPD. Pengurangan wewenang MPR merupakan konsekuensi logis dari perubahan
pasal 1 ayat (2) UUD 1945: ”Kedaulatan
ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”. Berdasarkan
ketentuan tersebutdapat disimpulkan bahwa dalam Negara Republik Indonesia
pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
realisasinya diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan
amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
6)
Mahalnya biaya politik ini, rata-rata
digunakan untuk melakukan sosialisasi, baik berupa alat peraga seperti baliho,
spanduk, poster, sticker, kalender kaos,
dan lain-lain ataupun sosialisasi tatap muka
secara langsung dengan masyarakat. Selain itu, biaya politik juga dikeluarkan
untuk mendapatkan perahu agar dapat diusung melalui partai politik, membayar
transport dan honor tim sukses dimasing-masing tingkatan, serta melakukan
praktik money politic agar dapat dipilih oleh masyarakat. Apalagi
mengingat kondisi masyarakat yang saat ini sebagian besar secara pendidikan
maupun ekonomi masih berada dibawah, sehingga kondisi ini sangat mudah
dipengaruhi dengan hal yang instant. Akhirnya calon yang terpilih, bagaimanapun
akan berusaha untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya selama pencalonannya, sehingga jalan pintas yang
ditempuh adalah melakukan korupsi dengan
berbagai cara. Hal ini bisa dianggap wajar, karena bagaimanapun gaji ataupun
tunjangan resmi yang diterima oleh kepala daerah apabila dikalkulasikan selama
satu periode pun belum mampu untuk
menutupi biaya politik yang dikeluarkannya selama pencalonan.
Solusi yang paling tepat untuk
mengatasi persoalan besarnya biaya politik adalah melalui membangun kesadaran
dengan proses pendidikan politik kepada masyarakat untuk memberikan hak dan
kewajibannya sesuai dengan etika dan moralitas. Peran partai harus bermain
dengan menggerakan jaringan partai melalui seluruh struktur dan kadernya untuk
memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat melalui proses pendidikan
politik. Pendidikan politik masyarakat harus dilakukan oleh semua elemen,
karena pendidikan politik bukan hanya tanggung jawab partai politik semata,
harus banyak yang terlibat dalam proses ini seperti pers, akademisi, LSM,
mahasiswa dan lainnya.
Selain pendidikan politik integritas
calon kepala daerah juga sangat penting. untuk mencegah terjadinya praktek
korupsi pada kepala daerah pasca terpilih, maka harus dimulai dari calon kepala
daerah itu sendiri untuk tidak “membeli” suara rakyat pada saat pemilu. Partai
politik juga memiliki peran untuk memunculkan calon alternatif yang benar-benar
memiliki integritas serta kemampuan untuk bekerja ikhlas dan mengabdi untuk
kepentingan rakyat dan daerah. Calon
harus memiliki eksistensi yang
kuat serta memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara dengan koridornya adalah
etika dan moralitas. Jika calon ingin berbuat tulus untuk kepentingan rakyat,
maka semestinya tidak selalu mengedepankan jabatannya dan kekuasaan, serta
besarnya uang, tetapi lebih bagaimana mengedepankan apa yang mesti diperbuat
bersama-sama rakyat. Hal tersebut harus menjadi pijakan bagi semua politisi
bahwa itu esensi yang terpenting dalam berpolitik.