Jumat, 07 April 2017

Dinamika Sistem Politik Indonesia



1)      Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Masa demokrasi liberal yang parlementer, presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai kepala negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi danberkembanganya partai partai politik.
Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut:
a.       Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat,
b.      Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah,
c.       Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR, dan
d.      Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan oleh: Dominannya partai politik, landasan sosial ekonomi yang masih lemah, tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1.      Bubarkan konstituante,
2.      Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950,
3.      Pembentukan MPRS dan DPAS 
Kegagalan dari pelaksanaan demokrasi liberal yaitu, instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian di Indonesia sering jatuh dan terinflasi. Selain itu memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem pemerintahan.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah  sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana menteri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri: dominasi Presiden, terbatasnya peran partai politik, dan berkembangnya pengaruh PKI.
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap..
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan, peranan parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR, jaminan HAM lemah, terjadi sentralisasi kekuasaan, terbatasnya peranan pers, kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
Perbedaan Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
Aspek
Demokrasi Liberal
Demokrasi Terpimpin
Penyaluran tuntutan
tingggi tapi sistem belum memadai
tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya front nasional
Pemeliharaan nilai
penghargaan HAM tinggi
penghormatan pada HAM rendah
Kapabilitas
baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
abstrak, distributif, dan simbolik ekonomi tidak maju
Gaya politik
ideologis
ideolog nasakom
Kepemimpinan
angkatan sumpah
tokoh kharismatik dan paternalistik
Integrasi vertikal
dua arah, atas bawah dan bawah atas
atas bawah
Partisipasi massa
sangat tinggi bahkan muncul kudeta
dibatasi
Keterlibatan militer
militer dikuasai sipil
militer masuk pemerintah
Aparat negara
loyal kepada kepentingan kelompok atau partai
loyal kepada negara
Stabilitas
instabilitas
stabil

2)      Infrastruktur politik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dalam aktivitasnya dapat mempengaruhi, baik langsung atau tidak langsung, lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsinya. Fungsi infrastuktur politik ialah
a.       Pendidikan politik, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai dengan paham demokrasi Pancasila dan kedaulatan rakyat. Rakyat harus mamapu menjalankan tugas partisispasi.
b.      Mempertemukan kepentingan yang beraneka ragam dan kenyataan hidup dalam masyarakat.
c.       Agregasi kepentingan, yaitu menyalurkan segal hasrat, aspirasi dan pendapat masyarakat kepada pemegang kekuasaan yang berwenang agar tuntutan atau dukungan menjadi perhatian dan menajdi bagian dari keputusan politik.
d.      Seleksi kepemimpianan, yaitu menyelenggarakan pemilihan pemimpin atau calon pemimpin bagi masyarakat.
e.       Sebagai komunikasi politik dengan menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintah
Antara bagian-bagian suprastuktur politik dengan infrastruktur politik terdapat hubungan saling mempengaruhi sehingga menumbuhkan suasana kehidupan politik yang serasi. Unsur-unsur infrastruktur politik berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur politik. Unsur-unsur infrastruktur politik tersebut yaitu :1) partai politik, 2) kelompok kepentingan, 3) kelompok penekan, 4) media komunikasi politik, 5)  tokoh politik
Contohnya, di dalam suatu sistem perpolitikan tidak akan terlepas dari suatu kelompok-kelompok tertentu yang berusaha untuk mempengaruhi kekuasaan di pemerintahan untuk mengambil suatu kebijakan. Kelompok-kelompok ini akan terus berusaha memberika pengaruh kepada kekuasaan yang sedang memimpin tanpa harus secara langsung terlibat dalam suatu pemerintahan. Tujuannya semata-mata untuk kepntingan kelompok itu dan anggota-anggotanya.
Kelompok-kelompok itu bisa termasuk di dalam kelompok kepentingan yang memusatkan perhatian pada bagaimana mengartikulasikan kepentingan tertentu kepada pemerintah sehingga pemerintah menyusun kebijakan yang menampung kepentingan kelompok. Bisa juga termasuk sebagai kelompok-kelompok penekan dimana mereka mempunyai tujuan untuk melancarkan tekanan-tekanan atas kekuasaan yang sedang berjalan, bertindak untuk mempengaruhi kekuasan, tetapi tidak langsung mengambil bagian dalam kekuasaan. Salah satu contoh dari dua kelompok tersebut adalah organisasi kemasyarakatan (ormas). Ormas bisa berperan sebagai kelompok penekan ataupun kelompok kepentingan tergantung dari bagaimana cara mereka dalam mempengaruhi kekuasaan yang ada
Organisasi masyarakat di dalam salah satu unsur dari infrastruktur politik, dimana organisasi kemasyarakat yang merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat, mempunyai peranan yang sangat penting dalam meingkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila


3)      A) Situasi perpolitikan nasional menjelang runtuhnya Orde Lama, ditandai dengan pertarungan perebutan pengaruh dan upaya penciptaan hegemoni pada pemerintahan. Kekuatan yang dominan dan memiliki pengaruh, diantaranya adalah Militer (Angkatan Darat), Masyumi, PNI, PKI, dan Soekarno. Namun, perkembangan situasi politik membawa perubahan yang lebih cepat. Semula berhembus isu Dewan Jenderal yang berada dalam tubuh Angkatan Darat dan dituduh akan melakukan kudeta. Peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (G30S) telah membuka peta politik menjadi semakin teransparan. Saat itu, PKI menjadi satu-satunya kelompok yang dituduh sebagai dalang dari upaya kudeta tersebut.
Puncak dari konstalasi politik tersebut menggiring PKI tertuduh sebagai dalang dan pelaku pemberontakan. Akibatnya, PKI tidak saja terdepak dari kedudukan politiknya di kabinet maupun di parlemen. Bahkan, militer di bawah kendali Soeharto bersama kelompok massa demonstran dari kalangan mahasiswa dan pelajar (KAMMI dan KAPPI) seakan terhipnotis terbawa isu untuk menghancurkan PKI dan jaringan Ormasnya.
Pemberontakan ini juga disebabkan oleh pemerintah yang lebih moderat terhadap oposisi, Sifat moderat ini tidak harus berupa sikap sebenarnya dari pemerintahan tapi moderat karena dipaksa oleh lingkungan, Di tahun 1966, pemerintah lebih moderat karena terjadinya pelemahan dikalangan pemerintah sendiri. Elite di pemerintahan semakin terbelah dan terpolarisasi antara pendukung dan anti Soekarno, Perpecahan elit ini memberikan  kesempatan politik (political opportunity) yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial menentang kekuasaan. Jelaslah gerakan di Indonesia ini dilahirkan oleh meluasnya ketidakpuasan di kalangan masyarakat luas, Krisis ekonomi dan ketidakpuasan atas situasi politik melahirkan baik pemberontakan di tahun 1966.
a.       PRRI di Sumatra Barat gerakan ini menentang kebijakan-kebijakan perimbagan ekonomi pusat dan daerah dan bersifat ingin menggantikan pemerintahan yang sah.
b.      PERMESTA, gerakan daerah yang dilatarkangbelakangi perimbagan ekonomi pusat dan daerah akhirnya meluas ke Sulawesi. Gerakan ini menuntut dilaksanakannya Repelita dan pembagian pendapatan daerah secara adil.
c.       DI/TII gerakan ini berawal dari karto suwiryo ingin mendirikan sebuah negara islam
Dapat di simpulkan bahwa faktor penyebab pemberontakan pada orde lama ialah tiga hal,1) bangkitnya semangat untuk mendirikan negara Islam, 2) krisi ekonomi yang berkepanjangan, 3) pertarungan antara elite politik untuk meduduki posisi pemerintahan, 4) menguatnya paham komunis yang sudah tidak sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia
B)     Menurut pendapat saya supaya kedudukan pemerintah kita dalam persengketaan ini menjadi kuat. Selagi kepentingan Negara menghendaki persatuan rakyat, dipecahkan persatuannya oleh pengacau-pengacauan. Perjuangan politik yang sehat, memang menghendaki untuk menyuburkan demokrasi kita. pemerintah menghormati segala macam ideologi. Bahkan ideologi, betapa pun juga coraknya tidak akan ditindas oleh pemerintah. Tetapi tindakan anarki darimanapun datangnya dan kekacauan-kekacauan yang membahayakan Negara dan mengganggu keselamatan umum akan dibasmi. Pemerintah hanya akan menunjukkan tindakan correctief kepada pengacau-pengacau yang membahayakan Negara dan membahayakan keselamatan umum. Tindakan pengacau itu tidak sedikit terjadi pada waktu yang terakhir ini. Nyatalah sekali, bahwa tindakan itu dikemudikan oleh lebih dari satu dalang yang satu sama lain barangkali tidak ada hubungannya. Tetapi mereka bersatu dalam tujuan, yaitu merobohkan Pemerintah Republik Indonesia. Nyata sekali, bahwa tujuan-tujuan pengacau itu ialah menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat dengan menggedor rakyat, memanaskan hati rakyat dan sebagainya, supaya kepercayaan kepada pemerintah menjadi hilang. Alat-alat kekuasaan Pemerintah dicobanya dihasut dan dipengaruhi, guna menyukarkan kehidupan di masa sekarang. Tentara yang sejak dahulu berada di daerah pedalaman, diadu dombakan dengan tentara hijrah, teristimewa terhadap Tentara Laut. Tentara hendak dipecahkan supaya lumpuh, agar supaya mereka gampang merobohkan pemerintah. Sebenarnya bentrokan ini mudah dipadamkan dan didamaikan, tetapi kaum pengacau tidak menghendakinya. Mereka menghasut terus. Bentrokan ini hendak dijadikan soal politik dan pertentangan politik
.


4)      Pengaruh lingkungan internasional
Awalnya adalah krisis ekonomi di Asia, Ini sebuah fenomena yang paling mencengangkan di dekade sembilan puluhan setelah fenomena bubarnya Uni Soviet, Sebagaimana dengan bubarnya Uni Soviet, tidak ada yang menduga jika berbagai negara di Asia Timur mengalami krisis ekonomi yang parah, Dalam dua dekade belakangan ini, negara Asia Timur memperoleh gelar yang membanggakan, “The Miracle of Asia, “Dibandingkan dengan kawasan dunia ketiga lainnya. Namun di akhir dekade sembilan puluhan, pembalikan citra terjadi, Satu persatu, negara di Asia Timur tumbang, Dimulai dari Thailand, kemudian meluas ke Malaysia, Korea Selatan dan Indonesia.
Persoalan menjadi bertambah runyam karean krisis ekonomi menjalar pula kepada krisis politik, Di Korea Selatan, Thailand dan Indonesia, krisis ekonomi itu berujung kepada pergantian kekuasaan politik, Di Korea Selatan, pergantian itu terjadi melalui pemilu dimana pihak oposisi mengambil alih kekuasaan, Sedangkan di Thailand dan Indonesia, penguasa politik diturunkan di tengah jalan.
Berbagai krisis keuangan menjadi tanda bahwa kadang pasar bebas tidak sepenuhnya rasional, Unsur irasional manusia, seperti mania dan panik cepat berkembang dan besar pengaruhnya mengombang-ambingkan kondisi ekonomi, Apalagi tidak semua pelaku usaha terinformasi dengan baik atas apa yang terjadi. Di Indonesia krisis ekonomi ini kemudian membangunkan macan tidur, yaitu gerakan mahasiswa.
Pengaruh lingkungan domestik
Saat itu gerakan mahasiswa bercampur dengan aneka kekuatan civil society yang lain, Mereka menuntut perubahan sistem yang kemudian berubah menjadi gelombang sejarah berupa runtuhnya sistem ekonomi politik yang tidak demokratis dan tidak pro ekonomi pasar.
Jelaslah gerakan di Indonesia ini dilahirkan oleh meluasnya ketidakpuasan di kalangan masyarakat luas, Krisis ekonomi dan ketidakpuasan atas situasi politik melahirkan baik gerakan mahasiswa di tahun 1966 ataupun di tahun 1998.
Di tahun 1998, pemerintah menjadi lebih moderat lagi bukan karena perpecahan elit, Kekuasaan pemerintah di bawah Soeharto tetap solid walau mulai terasa adanya persaingan yang semakin tajam dilapisan kedua kekuasaan, Saat itu pemerintah dipaksa lebih moderat akibat tekanan organisasi dan komunikasi internasional, Begitu besar pengaruh IMF terhadap formulasi kebijakan ekonomi kita. Munculnya tuntutan untuk perubahan kepemimpinan nasional. Perkembangan itu terutama setelah terjadi penyerangan markas PDI. Setelah itu proses dan demonstrasi terhadap soeharto dan Orde baru bertambah besar dan bertambah luas. Tiga bulan setelah pemilu 1997 datang krisis moneter.
Setelah maraknya gerakan mahasiswa, di pertengahan Mei 1998 gerakan berubah arah menjadi kerusuhan. Kerusuhan itu sungguh mencengangkan karena ia mengambil alih gerakan politik yang damai dan terarah, Sebelum peristiwa tertembaknya beberapa mahasiswa universitas Trisakti, gerakan politik yang dimotori oleh kelompok mahasiswa, guru besar, pekerja LSM, intelektual, teknokrat sampai para dokter dan suster.
Namun hanya dalam waktu sekejap, gerakan politik itu berubah menjadi gerakan huru-hara dan kriminal, Pelaku gerakan juga berubah dari gerakan kelas menengah menjadi gerakan yang dikendalikan oleh massa yang beringas, para perusuh dan penjarah, Seolah di tengah jalan, gerakan politik itu dikudeta menjadi gerakan kriminal dan rasial. Akhirnya pada Mei 1998 Soeharto resmi mengundurkan diri.

5)      Sebagai konsekuensi dari negara hukum, perubahan format politik dan sistem pemerintahan harus ditidaklanjuti dengan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang politik dan pemerintahan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 meletakan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara dengan kedaulatan di tangan rakyat yang diwujudkan melalui pengembangan format politik dalam negeri dan pengembangan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah ke arah yang lebih demokratis.
Pengalaman sejarah pada masa lalu baik masa Orde Lama maupun masa Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga mengakibatkan terjadinya sentralisasi kekuasaan di tangan presiden.  Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen merupakan keharusan,karena hal itu akan mengantar bangsa Indonesia  ke  arah tahapan baru penataan terhadap ketatanegaraan
Dengan amandemen  UUD 1945, Lembaga MPR mengalami transformasi kedudukan dari lembaga tertinggi  negara menjadi lembaga permusyawaratan rakyat yang lebih lemah kedudukannya. MPR menjadi salah satu organ negara yang menjalankan tugas-tugas konstitusional yang kedudukannya  sederajat dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. MPR secara sukarela mengurangi kekuasaannya sendiri berdasarkan Undang-Undang Dasar, Presiden dan Wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR diubah menjadi dipilih langsung oleh rakyat. MPR mengurangi lagi kewenangannya sendiri dengan menegaskan status  hukum dan materi ketetapan MPR/S yang pernah ditetapkan, dan sekaligus mengakhiri kewenangannya sendiri untuk menetapkan ketetapan MPR yang bersifat mengatur di masa-masa selanjutnya.  Sehingga setelah amandemen MPR hanya memiliki kekuasaan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar, melantik Presdien dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden/Wakil Presiden seusai masa jabatannya atau jikalau melanggar konstitusi. Oleh karena itu,  Presiden bersifat  “Neben” bukan  Untergeornet” dengan MPR  karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. 
Susunan keanggotaan MPR mengalami perubahan dari semula terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan, menjadi anggota DPR ditambah dengan DPD.  Pengurangan wewenang MPR  merupakan konsekuensi logis dari perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945:  ”Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”. Berdasarkan ketentuan tersebutdapat disimpulkan bahwa dalam Negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan adalah ditangan rakyat dan realisasinya diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

6)      Mahalnya biaya politik ini, rata-rata digunakan untuk melakukan sosialisasi, baik berupa alat peraga seperti baliho, spanduk, poster, sticker, kalender  kaos, dan lain-lain  ataupun sosialisasi tatap muka secara langsung dengan masyarakat. Selain itu, biaya politik juga dikeluarkan untuk mendapatkan perahu agar dapat diusung melalui partai politik, membayar transport dan honor tim sukses dimasing-masing tingkatan, serta melakukan praktik  money politic  agar dapat dipilih oleh masyarakat. Apalagi mengingat kondisi masyarakat yang saat ini sebagian besar secara pendidikan maupun ekonomi masih berada dibawah, sehingga kondisi ini sangat mudah dipengaruhi dengan hal yang instant. Akhirnya calon yang terpilih, bagaimanapun akan berusaha untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya selama  pencalonannya, sehingga jalan pintas yang ditempuh adalah melakukan korupsi  dengan berbagai cara. Hal ini bisa dianggap wajar, karena bagaimanapun gaji ataupun tunjangan resmi yang diterima oleh kepala daerah apabila dikalkulasikan selama satu periode pun  belum mampu untuk menutupi biaya politik yang dikeluarkannya selama pencalonan.
Solusi yang paling tepat untuk mengatasi persoalan besarnya biaya politik adalah melalui membangun kesadaran dengan proses pendidikan politik kepada masyarakat untuk memberikan hak dan kewajibannya sesuai dengan etika dan moralitas. Peran partai harus bermain dengan menggerakan jaringan partai melalui seluruh struktur dan kadernya untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat melalui proses pendidikan politik. Pendidikan politik masyarakat harus dilakukan oleh semua elemen, karena pendidikan politik bukan hanya tanggung jawab partai politik semata, harus banyak yang terlibat dalam proses ini seperti pers, akademisi, LSM, mahasiswa dan lainnya.
Selain pendidikan politik integritas calon kepala daerah juga sangat penting. untuk mencegah terjadinya praktek korupsi pada kepala daerah pasca terpilih, maka harus dimulai dari calon kepala daerah itu sendiri untuk tidak “membeli” suara rakyat pada saat pemilu. Partai politik juga memiliki peran untuk memunculkan calon alternatif yang benar-benar memiliki integritas serta kemampuan untuk bekerja ikhlas dan mengabdi untuk kepentingan rakyat dan daerah. Calon  harus  memiliki eksistensi yang kuat serta memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara dengan koridornya adalah etika dan moralitas. Jika calon ingin berbuat tulus untuk kepentingan rakyat, maka semestinya tidak selalu mengedepankan jabatannya dan kekuasaan, serta besarnya uang, tetapi lebih bagaimana mengedepankan apa yang mesti diperbuat bersama-sama rakyat. Hal tersebut harus menjadi pijakan bagi semua politisi bahwa itu esensi yang terpenting dalam berpolitik.