Jawab pertanyaan berikut dengan jelas
!
- Dalam pemakaian sehari-hari, kita menyamakan begitu saja konsep-konsep seperti bangsa (nation), negara (state), negeri (country), masyarakat (society), dan rakyat (people). Yang paling problematis menurut Geertz adalah konsep “negeri” dan “bangsa “. Kalau keduanya disamaratakan begitu saja, maka konsep yang pertama akan ditelan oleh konsep yang terakhir, dan ini sebuah imajinasi yang mengecoh, karena seolah-olah sebuah negeri hanya didiami oleh satu bangsa saja. “Bangsa” dijelaskan oleh Geertz merupakan sekumpulan orang dengan Bahasa, darah, sejarah dan tanah yang sama, dan “negeri” sebagai teritorium atau tanah dari kumpulan orang itu. Dalam arti ini, negeri merupakan arena politis, political space tempat interaksi sosial ditata, peluang-peluang hidup dan sumber-sumber produktif dibagikan, sedangkan bangsa adalah kekuatan politis dari arena itu. Jelaskan bagaimana kita mengidentifikasi bangsa Indonesia jika mengacu pada pernyataan Geertz tersebut.
- Yugoslavia merupakan contoh dari ketidakcocokan isi dan kenyataan dari konsep-konsep bangsa dan negeri yang sering disamakan begitu saja. Bekas Yugoslavia tercabik-cabik oleh kekuatan-kekuatan nasional yang sekarang menjadi negara-negara kecil. Bukan hanya itu, dari luar negeri ini juga diserang lewat separatisme Makedonia, permusuhan dengan Hongaria dan Bulgaria. Gerak penghancuran itu dimulai dengan perang Yugoslavia, melalui perang Serbia-Kroasia, dan berakhir dengan perang Bosnia. Yugoslavia hanyalah contoh kecil bagaimana identifikasi bangsa dan negeri tidak berfungsi. Berdasarkan kasus yang menimpa Yugoslavia, bagaimana sebaiknya bangsa Indonesia mengantisipasi agar kasus yang menimpa Yugoslavia tidak dialami Indonesia?
• 3. Apa perbedaan antara konsep kebudayaan masyarakat plural
dengan masyarakat multikultural
dalam hubungannya dengan identitas? Jelaskan dan berikan contohnya.
• 4. Dalam
mewujudkan integrasi nasional Indonesia, bangsa Indonesia sering menghadapi
persoalan yang sangat dilematis. Menurut
pendapat saudara, integrasi nasional yang seperti apa yang
hendak dikembangkan di Indonesia, yang masyarakatnya majemuk (pluralis) itu?
• 5. Vico
(17-18 M) adalah salah satu orang yang pertama menggunakan pandangan historis
mengenai manusia dan menekankan keunikan dari setiap masyarakat. Jika mengacu pada pandangan Vico, bagaimana anda memandang komunitas budaya yang ada di
Indonesia? Jelaskan dan berikan contohnya.
JAWABAN
1. Untuk
bisa mengenali sebuah bangsa kita harus terlebih dahulu mempelajari identitas
dari bangsa tersebut. Identititas adalah suatu ciri yang dimiliki suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain yang
melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh
kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non
fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Bangsa Indonesia itu terdiri
atas berbagai macam unsur etnis, ras, suku, kebudayaan, agama, serta karakter
yang sejak asalnya memang memiliki suatu perbedaan. Namun demikian identitas
suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara statis mengingat bangsa adalah
merupakan dari manusia-manusia yang senantiasa berinteraksi dengan bangsa lain
didunia dengan segala hasil budayanya. Oleh karena itu identitas suatu bangsa
termasuk identitas nasional Indonesia juga harus dipahami dalam konteks
dinamis. Arti dinamis yaitu bagaimana bangsa itu melakukan akselerasi dalam
pembangunan, termasuk proses interaksinya secara global dengan bangsa-bangsa
lain didunia internasional.
2. Konsekuensi
dari multikulturalisme adalah sikap menentang dan anti terhadap atau setidaknya
bermasalah dengan monokulturalisme dan asimilasi yang merupakan norma-norma
wajar dari sebuah bangsa sejak abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya
kesatuan budaya secara normatif, sebab yang dituju oleh monokulturalisme adalah
homogenitas sekalipun homogenitas itu masih pada tahap harapan atau wacana dan
belum terwujud. Sementara itu ,asimilasi adalah timbulnya keinginan bersatu
antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan mengurangi perbedaan-
perbedaan untuk mewujudkan menjadi satu kebudayaan baru. Pertentangan antara
multikulturalisme dan monokulturalisme tampak nyata sekali dari asumsi dasar
yang saling berseberangan, yang satu melegitimasi perbedaan-perbedaan yang
lain meminimalisir perbedaan baru.
Oleh karena itu setiap konflik yang terjadi diantara
suatu kesatuan sosial dengan kesatuan-kesatuan sosial yang lain segera akan
dinetralisir oleh adanya masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial. Pada
tingkat tertentu keduanya mendasari terjadinya integrasi sosial di dalam
masyarakat yang bersifat majemuk. Oleh karena tanpa keduanya suatu masyarakat
bagaimanapun tidak mungkin terjadi. Akan tetapi sifat-sifat masyarakat majemuk,
telah menyebabkan landasan terjadinya integrasi nasional
Dengan adanya struktur masyarakat Indonesia dan
masalah multikultural, maka diperlukan kebijakan pemerintah yang menjamin
kelangsungan hidup masyarakat, dengan cara tetap menghormati pranata, struktur,
dan kebiasaan yang ada (social sustainability). Indonesia yang multikultural
ini akan tetap bertahan sebagai sebuah negara kesatuan, apabila elemen-elemen
pendukung kebersamaan tetap dipertahankan. Kecenderungan dominasi mayoritas
(suku dan agama) harus ditata kembali agar rasa memiliki bangsa ini tidak
luntur. Gejolak yang terjadi di berbagai daerah (Aceh,Kalimantan Tengah,
Maluku, Irian Jaya, dan sebagainya), membutuhkan penanganan yang serius.
Kelalaian tidak memperhatikan multikultural bangsa, dimasa mendatang akan menjadi
bom waktu yang sangat mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu
untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harusdiciptakan keadaan stabilitas
keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta
menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku..
3. Pluralisme
bangsa adalah pandangan yang mengakui adanya keragaman di dalam suatu bangsa.
Istilah plural mengandung arti berjenis-jenis, tetapi pluralisme bukan sekedar
pengakuan terhadap hal tersebut. Namun mempunyai implikasi-implikasi
politis,sosial,ekonomi. Oleh sebab itu, pluralisme berkaitan dengan
prinsip-prinsip demokrasi. Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara
demokrasi tetapi tidak mengakui pluralisme di dalam kehidupannya sehingga terjadi
berbagai jenis segregasi. Pluralisme ternyata berkenaan dengan hak hidup
kelompokkelompok masyarakat yang ada dalam suatu komunitas. Komunitas tersebut
mempunyai budaya masing-masing dan keberadaan mereka diakui negara termasuk
budayanya.
Pengakuan akan kesamaan derajat dari fenomena
masyarakat plural itu tampak dalam semboyan Bhineka
Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu. Ungkapan itu sendiri
mengisyaratkan suatu kemauan yang kuat untuk mengakui perbedaan tapi sekaligus
memelihara kesatuan atas dasar pemeliharaan keragaman, bukan dengan
menghapusaknya atau mengingkarinya. Perbedaan dihargai dan dipahami sebagai
realitas kehidupan, hal ini adalah asumsi dasar yang juga melandasi munculnya
masyarakat multikultural.
Lahirnya masyarakat multikultural berlatar belakang
kebutuhan akan pengakuan terhadap adanya masyarakat budaya yang plural, yang menjadi realitas
sehari-hari banyak bangsa, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, sejak semula masyarakat
multikultural harus disadari sebagai masyarakat yang memiliki suatu ideologi,
menjadi alat atau wahana untuk meningkatkan penghargaan atas kesetaraan semua
manusia dan kemanusiaanya yang secara operasional mewujud melalui
pranata-pranata sosialnya, yakni budaya sebagai pemandu kehidupan sekelompok manusia
sehari-hari. Dalam konteks ini, masyarakat multikultural adalah suatu konsep
yang masyarakatnya melegitimasi keaneka ragaman budaya.
Sampai saat ini pemerintah dan masyarakat Indonesia
belum menentukan secara normatif model multikulturalisme macam apa yang harus
diterapkan di negeri ini. Selain membutuhkan kajian-kajian antropologis yang
lebih mendalam, tampaknya juga memerlukan kajian filosofis terhadap
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi.
4. Upaya
penyeragaman kebudayaan dengan cara dominasi satu kebudayaan terhadap
kebudayaan lainnya seperti yang dilakukan selama ini tampaknya dimaksudkan agar
tercapai persatuan bangsa yang terintegrasi dalam tataran nasioanal. Padahal
hakekat integrasi nasional dalam tataran sosio-antropoldis mencakup arena yang
lebih luas dan tidak sekedar untuk penyelesaian sekitar konflik sosial yang
berlatar etnik. Sebab, seperti telah dikemukakan bahwa pemisahan dan pembelahan
sosial yang berlangsung di Indonesia wujud dalam berbagai bentuk dan tingkat.
Itu artinya, penyelesaian melalui penyeragaman kebudayaan atas nama kebudayaan
nasioanal, seperti selama ini justru dapat menimbulkan ancaman disintegrasi.
Semuanya itu tidaklah dapat dilepaskan dari berbagai
kebijakan pembangunan yang mengabaikan kebudayaan, dan dari pemahaman serta
keinginan membentuk kebudayaan Indonesia sebagai wahana pengintegrasian bangsa.
Kebijakan pembangunan yang selama ini memang untuk memperbaiki taraf hidup dan
kesejahteraan manusia, hanya sayang bahwa dalam hal ini , orang sering lupa
yaitu manusia manakah yang dimaksud. Dalam lingkup Indonesia dengan berbagai
budaya masalah ini menjadi masalah yang sangat diperlukan perhatian
Kesimpulannya, masalah kebijakan kebudayaan yang
terkait dengan integrasi nasional menjadi penting direnungkan kembali setelah sekian puluh
tahun masyarakat Indonesia menjalani kehidupan bernegara. Dalam konteks untuk
mencari dasar integrasi nasioanal melalui gejala empirik yakni : (1)
pengentasan kemiskinan tanpa mebedak-bedakan etnik (2) ketidakseimbangan
capaian ekonomi di antara etnik dan menghilangkan kesan monopoli terhdaap
kegiatan ekonomi serat penguasaan penghunian kawasan tempat tinggal oleh suatu
golongan atau etnik tertentu (3) kebebaan dan hak asasi individu yang diajmin
dalam perlembagaan (4) sistem pendidikan diperankan sebagai agen sosialisasi
untuk memupuk kepribadian dan kesadaran bangsa, dan (5) peranan Bahasa
Indonesia bukan hanya sebagi alat komunikasi tetapi juga melahirkan suatu
identitas kebangsaan.
5. Sesungguhnya
apa yang dibanggakan oleh kebanyakan orang bahwa masyarakat indonesia yang
terdiri dari komunitas-komunitas budaya yang mempunyai aneka ragam kebudayaan
yang berkembang di Indonesia, memang tidak jauh dari kebenaran. Masyarakat
Indonesia yang terdiri dari komunitas-komunitras budaya yang besar maupun yang
kecil itu masing-masing mengembangkan kebudayaan sebagi perwujudan berbangsa
aktif mereka terhadap lingkungan pendukung masing-masing. Demikian aneka ragam
kebudayaan yang berkembang di Indonesia itu dipahami sebagai kerangka acuan
dalam bersikap dan menentukan tindakan, serta sebagai ciri pengenal yang
membedakan diri dari komunitas budaya yang lain
Memandang kebudayaan sebagai kata sifat untuk
membedakan mana kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membedakan antara
kehidupan manusia yang berbudaya dan makhluk lain seperti hewan dan benda-benda
lain yang tidak meiliki potensi budaya. Dalam memandang kebudayaan sebagi kata
sifat maka unsur nilai-nilai atau sebagai kompleksitas nilai-nilai yang
kemudian beroperasi pada berbagai level kehidupan. Konfigurasi nilai yang
dimiliki berbagai komunitas budaya yang berbeda kemudian melahirkan konstruksi
budaya yang berbeda-beda pada komunitas budaya itu.
Penetapan perayaan Imlek sebagai hari libur nasional
serta mencabut larangan kegitaan warga etnis China merupakan sebuah keputusan
politis ini tidak hanya menjadi simbol pengakuan politis dan kultural
keberadaan warga Indonesia keturunan China di Indonesia, tapi juga memberikan
pelajaran bagaimana seharusnya membangun iklim multikulturalisme. Pengakuan
akan identitas masyarakat China merupakan syarat mutlak bagi seorang warga
Indonesia keturunan China untuk mengaktualisasikan dirinya secara utuh sebagai
subjek. Membela hak-hak kaum minoritas menunjukan bahwa pluralisme bukan
sekedar faktum seperti yang dikemukakan para pemikir liberalisme sekular, tapi
anugrah ilahi yang harus dihormati dan dikembangkan