Minggu, 28 Desember 2014

PARADIGMA SOSIAL



Friedrichs kali pertama menjelaskan paradigma sebagai pandangan mendasar dari satu disiplin ilmu tentang apa yang semestinya dipelajari “ a fundamental image a dicipline has of its subject matter.” Setelah itu, George Ritzer mendefinisikan Paradigma adalah “what is the subject matter of science” Paradigma sosiologi yaitu: Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial, dan Paradigma Perilaku Sosial.
Berikut ini penjelasan mengenai ketiga paradigma tersebut :
No
Paradigma
Penjelasan

Fakta Sosial
Dalam paradigma fakta sosial terdapat sesuatu di luar diri kita yang mampu memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu agar dapat berperilaku sesuai dengan apa yang ada di luar diri kita itu. Jadi, perilaku seseorang dapat dikontrol. Dalam hal ini struktur bisa memaksa.
Ex : Norma, aturan, nilai-nilai, kondisi, situasi, serta sekian alat pengendalian sosial lainnya.
Empat Proposisi yang mendukung kelompok sebagai   fakta sosial: :
1. Kelompok dilihat melalui sekumpulan individu.
2. Kelompok tersusun atas beberapa individu.
3. Fenomena sosial hanya memiliki realitas dalam Individu
4. Tujuan mempelajari mempelajari kelompok kelompok untuk membantu
menerangkan atau meramalkan tindakan individu.

Definisi Sosial
Dalam paradigma definisi sosial bercirikan adanya interaksi dengan norma sehingga menimbulkan makna dan perilaku yang bersifat continue. Selain itu dalam paradigma ini selalu melihat hal-hal yang khusus.

Perilaku Sosial
Dalam paradigma perilaku sosial terdapat sesuatu yang dapat memicu perilaku seseorang. Dengan kata lain, perilaku seseorang ditentukan oleh stimulus yang datang dari luar yang membuat kemudian individu berpikir dan berperilaku.

  1. PARADIGMA FAKTA SOSIAL

  1. Eksemplar : model yang digunakan teoritisi fakta sosial adalah karya Emile Durkheim, terutama The Rules of Sociological Method dan Suicide.
  2. Gambaran tentang masalah pokok : Teoritisi fakta sosial memusatkan perhatian pada apa yang disebut Durkheim fakta sosial atau struktur dan institusi sosial berskala luas. Mereka yang menganut paradigma ini tak hanya memusatkan perhatian pada fenomena fakta sosial ini tetapi juga pada pengaruhnya terhadap pikiran dan tindakan individu.
  3. Metode: Penganut paradigma ini lebih besar kemungkinannya menggunakan metode interview-kuesioner dan metode perbandingan sejarah ketimbang penganut paradigma lain.
  4. Teori : Paradigma ini mencakup sejumlah perspektif teoritis. Seperti teori struktural fungsional, teori konflik, teori sistem, dan teori sosiologi makro.

  1. PARADIGMA DEFINISI SOSIAL

  1. Eksemplar : Model yang mempersatukan penganut paradigma ini adalah karya Max Weber tentang tindakan sosial.
  2. Gambaran tentang masalah pokok : Karya Weber membantu menimbulkan minat di kalangan penganut paradigma ini dalam mempelajari cara aktor mendefinisikan situasi sosial mereka dan dalam mempelajari pengaruh definisi sosial ini terhadap tindakan dan integrasi berikutnya.
  3. Metode : Observasi adalah metode khusus penganut paradigma definisi sosial.
  4. Teori : Ada sejumlah besar teori yang dapat dimasukkan ke dalam paradigma ini yaitu: teori tindakan, interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dan eksistensialisme.

  1. PARADIGMA PERILAKU SOSIAL

  1. Eksemplar : Model bagi penganut paradigma ini adalah karya psikolog B.F.Skinner
  2. Gambaran tentang masalah pokok : Menurut penganut paradigma ini, masalah pokok sosiologi adalah perilaku individu yang tak dipikirkan. Perhatian utama penganut paradigma ini tertuju pada hadiah yang menimbulkan perilaku yang diinginkan dan hukuman yang mencegah perilaku yang tak diinginkan.
  3. Metode : Eksperimen
  4. Teori : Teori sosiologi behavioral dan teori pertukaran.
  • Teori sosiologi behavioral : teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara akibat dari tingkahlaku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor, khususnya yang dialami sekarang oleh si aktor.
  • Teori pertukaran: teori ini dibangun dengan maksud sebagai rekasi terhadap paradigma fakta sosial.



UNDANG UNDANG GURU DAN DOSEN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan sejak dulu. Antara lain menata sarana dan prasarana, mengutak-atik kurikulum, meningkatkan kualitas guru baik melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru, memberikan berbagai diklat atau penataran, maupun peningakatan tunjangan profesi guru dalam arti meningkatkan kesejahteraan guru. Semua ini dilakukan guna tercapainya tujuan pendidikan nasional yang bermutu secara merata.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga merupakan upaya pemerintah untuk menata kembali sistem pendidikan nasional. Undang-undang Sisdiknas merupakan pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yang dianggap tidak mengusung prinsip reformasi yang mulai digembor-gemborkan pada tahun 1998. Sedangkan Undang-undang Guru dan Dosen memuat berbagai pasal yang mengatur berbagai hal tentang tenaga pendidik.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa isi Undang-Undang Guru dan Dosen (UGD) ?
2.      Apa isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) ?
3.      Masalah apa saja yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia ?
4.      Bagaimana cara mengatasi masalah pendidikan di Indonesia ?
1.2 Tujuan
1.      Memahami isi Undang-Undang Guru dan Dosen (UGD).
2.      Memahami isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).
3.      Mengetahui masalah-masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia.
4.      Mengetahui cara mengatasi masalah-masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia.
1.3 Metodologi Penulisan
            Penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu penulis mencari sumber-sumber dari buku dan internet yang berkaitan dengan materi yang diangkat dalam makalah ini. Dengan menggunakan metode studi pustaka lebih bisa dipertanggungjawabkan karena ada bukti tertulis.


BAB II
PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A.    Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 butir 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional)
Untuk mencapai tujuan akan disajikan materi yang meliputi: jalur, jenjang, dan jenis program sistem pendidikan nasional, pengelolaan jalur pendidikan persekolahan dan jalur pendidikan luar sekolah, serta upaya pembaruan sistem pendidikan nasional.
B.     Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
1.      Kelembagaan Pendidikan
a.       Jalur Pendidikan
Pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pasal 13 ayat 1 dijelaskan bahwa jalur pendidikan dibagi menjadi pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
1.      Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2.      Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3.      Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
b.      Jenjang Pendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 8, Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang Pendidikan formal dibagi menjadi 3, yaitu jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi (UU No 20 tahun 2003 pasal 14).
1.      Jenjang pendidikan dasar
Merupakan jenjang yang melandasi jenjang pendidikan  menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2.      Jenjang pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan yaitu, Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
3.      Jenjang pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institute, dan universitas.
c.       Jenis Pendidikan
Menurut UU No 20 tahun 2003 pasal 15 dijelaskan bahwa Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
1)      Pendidikan umum yaitu pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2)      Pendidikan kejuruan yaitu pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu.
3)      Pendidikan akademik yaitu pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu (program sarjana dan pascasarjana).
4)      Pendidikan profesi yaitu pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
5)      Pendidikan vokasi yaitu pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
6)      Pendidikan keagamaan yaitu pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan tentang ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama.
7)      Pendidikan khusus yaitu pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang Program Pendidikan.
d.      Program Pendidikan
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 program pendidikan terdiri atas:
1.      Pendidikan umum yaitu pendidikan yang mengutamakan perluasan, pengelolaan dan keterampilan seperti, SD, SMP, SMA dan Universitas.
2.      Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Dalam jalur pendidikan formal dapat berbentuk TK atau RA, dalam jalur non formal dapat berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA). dalam jalur informal dapat berbentuk pendidikan keluarga.
3.      Pendidikan kejuruan yaitu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu seperti, SMTK dan SMIK.
4.      Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus yaitu pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensial kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil tau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
5.      Pendidikan kedinasan yaitu pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai seperti, SPK (sekolah perawat kesehatan), APDN (akademik pemerintah dalam negeri).
6.      Pendidikan keagamaan yaitu pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasan pengetahuan khusus tentang ajaran agama seperti, Madrasah Tsanawiyah (Mts), Madrasah aliyah (MA), pendidikan guru agama negeri (PGAN), institut agama islam negeri (IAIN), Universitas Islam Negeri (UIN), institut hidu darma (IHD).
7.      Pendidikan Jarak Jauh yaitu pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
e.       Pengelolaan Pendidikan
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pengelolaan pendidikan dijelaskan dalam butir-butir dibawah ini :
Ø  Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
Ø  Pemerintahan menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
Ø  Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ø  Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Ø  Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
Ø  Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
Ø  Penyelenggaraan dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

UNDANG-UNDANG GURU DOSEN
Undang-Undang GURU dan DOSEN  nomor 14 tahun 2005 terdiri dari: 8 Bab dan 84 Pasal, 205 ayat, yang memuat tentang:
         Umum: 6 Bab, 15 Pasal, 23 ayat
         Tentang Guru: 1 Bab, 37 Pasal, 96 ayat
         Tentang Dosen: 1 Bab, 32 Pasal, 86 ayat
BAB IV GURU
Bagian Ke 1: Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi (Ps 8-13)
Bagian Ke-2: Hak dan Kewajiban (Ps 14-20)
Bagian Ke-3: Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 21-23)
Bagian Ke-4: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 24-31)
Bagian Ke-5: Pembinaan dan Pengembangan (Ps 32-35)
Bagian Ke-6: Penghargaan (Ps36-38)
Bagian Ke-7: Perlindungan (Ps39)
Bagian Ke-8: Cuti (Ps 40)
Bagian Ke-9: Organisasi Profesi dan Kode Etik (Ps 41-44)
BAB V DOSEN
Bagian Ke-1: Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Ps 45-50)
Bagian Ke-2: Hak dan Kewajiban Dosen (Ps 51-60)
Bagian Ke-3: Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 61-62)
Bagian Ke-4: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 63-69)
Bagian Ke-5: Pembinaan dan Pengembangan (Ps 69-72)
Bagian Ke-6: Penghargaan (Ps 73-74)
Bagian Ke-7: Perlindungan (Ps 75)
Bagian Ke-8: Cuti (Ps 76)
Ø  PENGERTIAN
 Guru adalah PENDIDIK PROFESIONAL dengan tugas utama: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (ps.1:1)
Ø  PENGAKUAN
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan: SERTIFIKAT PENDIDIK (ps.2 dan ps.3)

Ø  SERTIFIKASI
Sertifikasi pendidik guru dan dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, dan diterapkan oleh pemerintah. Sertifikat pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel. (ps. 11:2 dan 47:2)
Sertifikasi pendidik guru dan dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang: memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, dan ditetapkan oleh pemerintah Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel. (ps. 11:2 dan 47:2)
Ø  FUNGSI GURU DAN DOSEN
      Guru sebagai tenaga profesional: Berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (ps.4)
      Dosen sebagai tenaga profesional: Berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (ps.5)
Ø  TUJUAN
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan: Melaksanakan sistem pendidikan nasional, mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ps.6)
Ø  PERSYARATAN GURU
Guru wajib memiliki: Kualifikasi akademik Sarjana atau Diploma Empat (S1 atau D-IV), kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ps.8 s/d 12)
Ø  KEWAJIBAN GURU
Merencanakan pembelajaran, proses, evaluasi; Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik; Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif; Menjunjung tinggi perundang-undangan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa (ps.20)
Ø  HAK GURU
Guru Mempunyai Hak: Memperoleh penghasilan dan kesejahteraan social; Promosi dan penghargaan; Perlindungan melaksanakan tugas dan HKI; Kesempatan meningkatkan kompetensi; Memanfaatkan sarana dan prasarana; Kebebasan dalam penilaian dan penentuan kelulusan, penghargaan; Rasa aman dan jaminan keselamatan; Kebebasan berserikat dalam organisasi profesi; Kesempatan berperan dalam kebijakan pendidikan; Kesempatan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; Pelatihan dan pengembangan profesi (ps.14.1)
Ø  PENGHASILAN DI ATAS KEBUTUHAN MINIMUM
1.      Tunjangan Profesi (pasal 16)
a.       Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
b.      Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama.
c.       Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam APBN dan atau APBD.
2.      Tunjangan Fungsional (pasal 17)
a.       Pemerintah dan atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
b.      Pemerintah dan atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan peraturan perundang-undangan.
c.       Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam APBN dan atau APBD.
3.      Tunjangan Khusus (pasal 18)
a.       Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas didaerah khusus.
b.      Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1  (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingakat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
c.        Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemda sesuai dengan kewenangan.
Ø  MASLAHAT TAMBAHAN
Berupa tambahan kesejahteraan dalam bentuk: Tunjangan pendidikan, Asuransi pendidikan, Beasiswa, Penghargaan bagi guru, Kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, Pelayanan kesehatan, Dan bentuk lainnya (Pasal 19 ayat 1)
Ø  PRINSIP PROFESIONAL GURU
Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealism; Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai; Memiliki kompetensi yang diperlukan; Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi; Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya; Memiliki kesempatan pengembangan profesi; Memiliki jaminan perlindungan hokum; serta Memiliki organisasi profesi.(pasal 7 ayat 1)
Ø  LINGKUP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi sosial (Pasal 10 ayat 1)
a.       Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b.      Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia.
c.       Kompetensi Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
d.      Kompetensi profesional`merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian.
Ø  PERLINDUNGAN TERHADAP GURU
Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas (pasal 39 ayat 1) Perlindungan meliputi:
1.      Perlindungan hukum terhadap: tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain
2.      Perlindungan profesi terhadap: pemutusan hubungan kerja, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, pembatasan atau pelarangan lain yang menghambat guru melaksanakan tugas.
3.      Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,terhadap: resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Ø  KEWAJIBAN PEMENUHAN KEBUTUHAN GURU
Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru (jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi) untuk  dikmen dan diksus pendidik usia dini, dikdas dan dikmen; Pemerintah Provinsi pendidik usia dini dan dikdas Swasta wajib memenuhi kebutuhan gurunya (Pasal 24)
Ø  ORGANISASI PROFESI (Pasal 41) DAN KEWENANGANNYA (Pasal 42)
a.       Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
b.      Organisasi profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kessejahteraan, & pengabdian kepada masyarakat.
c.       Guru wajib menjadi anggota profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang–undangan.
d.      Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menfasilitasi organisasi profesi guru dalam melaksanakan pembinaan & pengembangan profesi guru.
Kewenangan organisasi profesi guru meliputi: Menetapkan & menegakakan kode etik guru, Memberikan bantuan hukum kepada guru, Memberikan perlindungan profesi guru, Melakukan pembinaan & pengembangan profesi guru, Memajukan pendidikan nasional.
Ø  KODE ETIK (Pasal 43)
a.       Untuk menjaga & meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
b.      Kode etik sebagaimana pada ayat (1) berisi norma & etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Ø  DEWAN KEHORMATAN (Pasal 44)
a.       Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
b.      Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
c.       Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi pelanggaran kode etik oleh guru.
d.      Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus obyektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
e.       Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
A.    Kelebihan UUGD
1.       Kesejahteraan guru dan dosen terjamin.
2.      Guru dan dosen mendapatkan penghargaan yang layak untuk pengabdiannya terhadap bangsa dan Negara Indonesia.
3.      Meningkatnya kualitas tenaga pendidik guru dan dosen karena harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.
4.      Guru dan dosen bisa lebih professional dengan tanggung jawab yang besar.
B.     Kelemahan UUGD
1.      Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru dan Dosen belum merata, khususnya bagi Guru yang hampir memasuki usia pensiun. Mereka belum mengerti benar akan sistematika program sertifikasi dari pemerintah ini. Serta Guru tersebut harus mengikuti ujian-ujian yang dirasa sulit untuk usia tersebut dan ujian itu menggunakan alat-alat IT seperti komputer dan Internet yang belum tentu mereka kuasai.
2.      UUGD cenderung menguntungkan guru dan dosen PNS, sementara itu di Indonesia guru dan dosen non PNS jumlahnya sangat banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru dan dosen PNS.
3.      Jumlah peminat profesi guru dan dosen meningkat demi mengejar status sertifikasi.
4.      Sebagian guru dan dosen yang telah diberikan amanat penting oleh pemerintah justru menyepelakan. Contohnya, ketika diadakan sidak banyak guru dan dosen yang tidak tertib, pada jam kerja banyak pula PNS khususnya guru dan dosen yang jalan-jalan di pusat perbelanjaan atau tempat rekreasi lainnya.

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sasarannya yaitu manusia sebagai makhluk misteri , kedua karena usaha pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak segenap seginya terjangkau oleh daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu ada rumusan sebagai masalah-masalah pokok yang dapat dijadikan pegangan oleh pendidik dalam mengemban tugasnya.
A.    Permasalahan Pokok Pendidikan
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional.
Pada dasarnya ada dua pokok masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu :
a.       Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
b.      Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan masyarakat.
B.     Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
1.      Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Masalah pemerataan pendidikan dianggap penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia.
Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Ada dua cara pemecahan masalah pemerataan pendidikan yaitu cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a.       Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b.      Menggunakan gedung sekolah untuk double shift.
Cara inovatif antara lain:
a.       Sistem pamong atau inpacts sistem.
b.      SD kecil pada daerah terpencil.
c.       Sistem guru kunjung.
d.      SMP terbuka.
e.       Kejar paket A dan B.
f.       Belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka.
2.      Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Mutu pendidikan dilihat pada kualitas keluarannya. Apakah keluaran itu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran yang seperti itu disebut nurturant effect. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Umumnya kondisi mutu pendidikan di tanah air menunjukkan di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada daerah perkotaan.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut.
Upaya pemecahan masalah pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen.
3.      Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a.       Bagaimana tenaga pendidikan difungsikan.
b.      Bagaimana sarana dan prasarana pendidikan digunakan.
c.       Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d.      Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah pengangkatan, penempatan,dan pengembangan tenaga. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Sedangkan masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong kurikulum baru.
Selain masalah tenaga pendidik, masalah efisiensi dalam penggunaan prasarana dan sarana juga sering kali terjadi akibat kurang matangnya perencanaan dan perubahan kurikulum. perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku paket siswa dan buku pegangan guru beserta perangkat lainnya karena harus diganti dengan buku-buku yang baru. Ini menggambarkan bahwa di balik pembaharuan terjadi pemborosan. Tapi bagaimanapun juga pembaharuan kurikulum merupakan tindakan antisipasi terhadap pemberian bekal bagi calon luaran agar sesuai dengan tuntutan zaman.
4.      Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja. Maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Umumnya luaran yang diproduksi oleh sistem pendidikan jumlahnya secara kumulatif  lebih besar daripada yang dibutuhkan di lapangan. Masalah relevansi merupakan masalah yang berat untuk dipecahkan, utamanya masalah relevansi kualitas.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan :
1.      Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: semua warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2.      Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3.      Dapat terlaksana secara efisien, artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
4.      Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu :
1.      Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (madzhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
2.      Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Misalnya rendahnya kualitas guru, disamping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Profesi guru dan dosen telah dijamin hak dan kewajibannya yang diatur dalam UU Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005, serta peraturan-peraturan pemerintah dan menteri lainnya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan guru dan dosen telah diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah dan menteri yang berlandaskan hukum. Setiap guru dan dosen wajib mematuhi undang-undang yang telah ditetapkan. UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan. 
2.      Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah diusungnya prinsip demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, kesetaraan dan keseimbangan, serta adanya keterlibatan dan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.
3.      Permasalahan pendidikan di Indonesia sangat luas dan kompleks karena sasarannya yaitu manusia, makhluk  yang penuh teka-teki. Dengan dikemukakannya masalah-masalah pokok pendidikan di atas, diharapkan para pendidik memahami lebih baik masalah pendidikan yang dihadapi di lapangan dan dapat mencari alternatif pemecahannya.










DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta