Senin, 23 November 2015

Rule of Law



UK 4
RULE OF LAW
Untuk mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:
Drs.Machmud Al Rasyid,SH.M.Si


Disusun oleh:

Nama   : Anggi Yoga Pramanda
                                    Nim     : K6414007




PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA

(1)          .           Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem demokrasi harus dijamin bahwa rakyat terlibat penuh dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan. Pelaksanaan keterlibatan penuh rakyat tersebut haruslah diorganisasikan menurut Undang-Undang Dasar sesuai dengan dengan ketentuan UUD 1945, tidak lagi diorganisasikan melalui institusi kenegaraan Majelis Permusyawaratan Rakyat layaknya ketentuan UUD 1945 sebelum perubahan.
Dalam rumusan yang baru, subjek pemegang kedaulatan rakyat tidak lagi terkait hanya dengan satu subjek, maka berarti, semua lembaga negara atau jabatan publik baik secara langsung atau tidak langsung juga dianggap sebagai penjelmaan dan dibentuk dalam rangka pelaksanaan kedaulatan rakyat. Secara langsung penjelmaan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat itu adalah melalui pemilihan umum langsung untuk menetukan pemegang jabatan publik pada suatu lembaga negara sedangkan secara tidak langsung adalah dengan perantara wakil rakyat dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang jelas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dasar berimplikasi pada sebuah supremasi konstitusi dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada undang-undang dasar. Kedaulatan yang berada di tangan rakyat itu dapat dikatakan ditafsirkan oleh keberadaan undang-undang dasar sehingga ketentuan-ketentuan didalamnya adalah ketentuan yang menurut kehendak rakyat atau melaksanakan kedaulatan rakyat.
Bersamaan dengan itu, negara Indonesia juga disebut sebagai Negara Hukum (Rechtstaat), bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan  menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
Dalam paham Negara Hukum yang demikian itu, pada hakikatnya hukum itu sendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai dengan prinsip nomokrasi (nomcrasy) dan doktrin ‘the Rule of Law, and not of Man’. Dalam kerangka ‘the rule of Law’itu, diyakini adanya pengakuan bahwa hukum itu mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy of law), adanya persamaan dalam hukum dan pemerintah (equality before the law), dan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya dalam kenyataan praktek (due process of law).
Namun demikian, harus pula ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat (democratische rechtsstaat).
Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat). Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Puncak kekuasaan hukum itu diletakkan pada konstitusi yang pada hakikatnya merupakan dokumen kesepakatan tentang sistem kenegaraan tertinggi. Bahkan, dalam sistem presidensil yang dikembangkan, konstitusi itulah yang pada hakikatnya merupakan Kepala Negara Republik Indonesia yang bersifat simbolik (symbolic head of state), dengan keberadaan Mahkamah Konstitusisebagai penyangga atau ‘the guardian of the Indonesian constitution’.
Ketentuan mengenai cita-cita negara hukum ini secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan: ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’, sebelum ini, rumusan naskah asli UUD 1945 tidak mencantumkan ketentuan mengenai negara hukum ini, kecuali hanya dalam penjelasan UUD 1945 yang menggunakan istilah ‘rechtsstaat’.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia menerapkan konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan berdasarkan bunyi pasal Undang-Undang Dasar sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan hukum. Sehingga kedaulatan Rakyat dan kedaulatan hukum di Indonesia adalah satu keterkaitan yang saling melengkapi.

(2)          Jika negara indonesia menganut Negara Hukum Pancasila sedangkan Amerika menganut the rule of law. Hal ini perlu saya tekankan dari awal mengingat Indonesia tidak secara murni menganut konsep “rechsstaat” dari tradisi hukum negara-negara Eropa Kontinental yang berdasarkan pada Civil Law System dan Legisme ataupun konsep “rule of law” dari tradisi hukum negara-negara Anglo Saxon yang berdasarkan pada common Law System.
Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Negara Hukum Pancasila diilhami oleh ide dasar rule of law dan rechtsstaat. Konsep Negara Hukum Pancasila pada hakikatnya memiliki elemen yang terkandung dalam konsep rule of law maupun dalam konsep rechtsstaat. Dengan kata lain Negara Hukum Pancasila mendekatkan atau menjadikan rechtsstaat dan the rule of law sebagai konsep yang saling melengkapi dan terintegrasi, selain menerima prinsip kepastian hukum sebagai sendi utama konsep rechtsstaat juga sekaligus menerima prinsip rasa keadilan dalam the rule of law.
Amandemen UUD 1945 menegaskan bahwa “Indonesia adalah Negara hukum”, tetapi tidak secara eksplisit rumusan tersebut mencantumkan kata Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara dan rechtsidee, maka keberadaan nilai-nilai Pancasila harus diacu oleh negara hukum di Indonesia. Nilai-nilai Pancasila inilah yang kemudian menjadi pembeda dengan konsep rechstaat dan rule of law. Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) prinsip yang harus dilaksanakan dalam suatu negara hukum, yaitu: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan didepan hukum (equality before the law) dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law). Dalam pelaksanaannya ketiga hal tersebut dijabarkan dalam bentuk: (1) jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia; (2) kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka; dan (3) legalitas hukum dalam segala bentuknya (setiap tindakan negara/pemerintah dan masyarakat harus berdasar atas dan melalui hukum).
Perbedaan Negara huku Indonesia dan Negara Hukum Amerika dapat kita lihat dalam praktek kenegaraannya yang meliputi
a.       Di Amerika penegakan keadilan tanpa harus terikat pada formalitas legalitas dalam undang-undang, namun negara ini penegakan keadilan boleh keluar dari teks resmi dalam pasal undang-undang. Sedangkan Indonesia penegakan keadilan berdasarakan pada legalitas yang artinya setiap penegakan keadilan harus perpedoman pada ketentuan bunyi dalam pasal-pasal di undang-undang
b.      Di Amerika sumber sumber hukum keputusan hakim (yurisprudensi) memiliki pengaruh yang lebih besar dalam lingkungan pengadilan, sedangkan di Indonesia ketentuan bunyi undang-undang masih tetap dipegang teguh walaupun yurisprudensi ini digunakan sebagai jalan kedua.
c.       Supremasi hukum di Indonesia menempatakan negara sebagi subyek hukum, sehingga negara dapat dituntut dalam pengadilan sebagai konsekuensi negara sebagi subyek hukum. Sedangkan Amerika tidak menempatkan negara sebagai subyek hukum sehingga jika negara berbuat salah maka negara ini tidak dapat dituntut di pengadilan.
d.      Di Amerika tidak mengenal Peradilan khusus semua pejabat negara yang melanggar hukum diadili di supreme court yaitu peradilan mono atau tunggal. Tidak mengenal pembedaan perkara semua perkara tunduk pada satu peradilan. Kemudian yang paling penting penegakan hukum pada negara rule of law penegakan hukum secara adil dan tepat. Sedangkan di Indonesia adanya pengadilan khusus seperti Pengadilan Tipikor, Pengadilan militer, dll. Kemudian adanya pembedaan perkara yaitu pidana atau perdata. Kemudian hukum di Indonesia belum adil dan tepat yang mana orang sering mengatakan “hukum itu runcing kebawah dan tumpul keatas”

(3)          Dalam rangka merumuskan kembali ide-ide pokok konsepsi Negara Hukum itu dan pula penerapannya dalam situasi Indonesia dewasa ini, menurut pendapat saya, kita dapat merumuskan kembali adanya prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun  Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya, yaitu:
1.      Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi.
2.      Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)
Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang di namakan ‘affirmative actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat  tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju
3.      Asas Legalitas (Due Process of Law)
Yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan  berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan.

4.      Pembatasan Kekuasaan.
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ  Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan
kekuasaan secara horizontal
5.      Peradilan Bebas dan Tidak Memihak.
Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara Hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya,  hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi).
6.      Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat)
Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
7.      Perlindungan Hak Asasi Manusia
Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkansecara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar