BUKTI
KONFLIK KEPENTINGAN AKAR DARI MASALAH INTEGRASI NASIONAL
Sebagai tugas mata kuliah Integrasi Nasional
Dosen Pengampu:
Dra.Ch Baroroh,M.Si

Disusun oleh:
Nama : Anggi Yoga Pramanda
Nim : K6414007
PRODI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA
Kekhawatiran tentang masalah
integrasi nasional bangsa di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan
sebagai penuh konflik dan pertikaian, pemerintahan yang tengah berjalan menimbulkan berbagai
kecenderungan dan realitas baru. Segala hal yang terkait dengan Orde Baru
termasuk format politik dan paradigmanya banyak dipertanyakan. Bermunculan pula
aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai
politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar
Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan
sendirinya makin menambah problem, yang diwarnai terjadinya konflik dan
benturan antar etnik dengan segala permasalahannya.
Penyebab timbulnya masalah integrasi
nasional bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak adil dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah yang
memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga
daerah tersebut mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu masalah integrasi
nasional bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik dewasa ini.
Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari pernyataan politik
para elit maupun pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan bangsa, sebagai akibat masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit
dari kelompok, golongan, kedaerahan bahkan agama. Hal ini menunjukkan
bahwa para elit politik secara sadar maupun tidak sadar telah memprovokasi
masyarakat. Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat
Indonesia sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga
dengan mudah terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan
maupun konflik antar kelompok atau golongan.
Dalam ilmu-ilmu sosial, konflik
terjadi akibat hubungan sosial yang bersifat negatif. Hubungan sosial yang
bersifat positif adalah jika hubungan itu memberikan manfaat kepada sesamanya.
Tetapi, bila hubungan-hubungan sosial itu tidak lagi memberikan manfaat, bahkan
menciptakan ketidakadilan, ia akan berubah negatif. Inilah yang menimbulkan konflik.
Di era reformasi ini, Indonesia tengah dihadapkan pada konflik sosial
yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Lihatlah apa yang menimpa kehidupan
sosial di Aceh, Papua, Maluku, Riau, Sampit- Palangkaraya, dan lain-lain.
Rupanya, Puslitbang Politik dan Kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(PPW-LIPI) secara intens meneliti faktor- faktor ancaman dan potensi dis
integrasi nasional itu.
Mereka melakukan penelitian ke
daerah-daerah yang bergolak, seperti Aceh, Papua, Ambon, dan Riau. Hasil
penelitian tim PPW-LIPI, yang dikoordinasikan oleh Riza Sihbudi, itulah yang
dibukukan dengan judul Bara dalam Sekam ini. Di Aceh, misalnya, mereka melihat
banyak faktor yang bertumpang tindih.
Masyarakat Aceh memiliki tradisi
resistensi yang sangat kuat. Namun, Aceh juga merupakan pembela Republik
terdepan yang tiada bandingannya. Tampaknya, kontribusi besar itulah yang
diabaikan pemerintah pusat. Jakarta merasa cukup hanya dengan memberikan status
"istimewa" sebagai imbalan atas jasa rakyat Aceh. Ironisnya,
"keistimewaan" itu pun hanya tertuang di atas kertas.
Kekayaan alamnya, berupa gas alam
dan minyak bumi, tidak pernah dinikmati secara adil dan proporsional oleh
rakyat Aceh. Pemerintah pusat justru makin menindas dan memaksakan aspirasi
politik ketika eksploitasi atas kekayaan Aceh berlangsung intens. Tuntutan
keadilan dijawab dengan pemberlakuan Aceh sebagai daerah operasi militer.
Dengan demikian, akar persoalan Aceh
bersumber dari kekecewaan masa lalu. Pembangunan yang dilakukan Orde Baru
justru menimbulkan ketimpangan sosial, ekonomi, politik, serta sentralisme dan
eksploitasi kekayaan alam oleh pusat, dan penghancuran kultur Aceh. Sementara
itu, Papua, daerah yang kaya emas, nikel, dan tembaga, juga mengalami nasib
yang nyaris sama.
Papua bergolak sejak pertengahan
1960-an, tak lama setelah Irian Barat kembali ke pangkuan Indonesia. Latar
belakang tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat Papua berkisar pada soal
distribusi hasil eksploitasi atas kekayaan alam mereka yang dirasakan tidak
adil. Adanya pendekatan yang represif merupakan faktor lain yang menyebabkan
integrasi Papua belum juga kunjung terselesaikan.
Adapun Riau, yang kaya minyak bumi,
relatif tidak memiliki akar perlawanan yang kuat, seperti halnya Aceh dan
Papua. Selama Orde Baru, rakyat Riau diam. Tapi, ketika Soeharto lengser pada
Mei 1998, rakyat Riau mulai menghujat "pemerintah pusat" secara
terbuka. Persoalan Riau bersumber pada ketidakadilan akibat eksploitasi yang
dilakukan pusat.
Sedangkan konflik horizontal di
Ambon dan Maluku, yang hingga saat ini belum juga reda, bersumber pada
ketidakadilan di bidang sosial- ekonomi, politisasi birokrasi, melemahnya
mekanisme tradisional, keterlibatan militer, adanya konflik kepentingan elite
pusat dan elite lokal, serta isu agama. Dimensinya agak sedikit berbeda.
Tapi, pada umumnya, pergolakan di
daerah merupakan akumulasi kekecewaan rakyat terhadap arah dan kecenderungan
pembangunan yang memarjinalkan peran dan kontribusi masyarakat lokal.
Pendekatan pembangunan yang cenderung eksploitatif dan menjadikan daerah
sebagai "sapi perahan" pemerintah pusat merupakan faktor penting di
balik kekecewaan itu. Buku ini tidak hanya mengidentifikasi akar masalah dan
konflik di empat daerah tersebut, melainkan juga memuat solusi pemecahannya yang
terbagi dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Faktor-faktor
Penyebab masalah Integrasi Nasional
a) Geografi
Indonesia
yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang sangat strategis
untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga memiliki
berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi bangsa.
Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang
berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula
menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan oleh perbedaan daerah
misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan alamnya dengan daerah yang
kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya
disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergantung dari daerah lain.
b) Demografi
Jumlah
penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya lahan pertanian,
kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah mengakibatkan
semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat pendapatan,
ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan sulitnya kemampuan
bersaing dan mudah dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk
mendukung kepentingan pribadi atau golongan.
c) Kekayaan
Alam
Kekayaan
alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati akan tetap menjadi
daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara keseluruhan
dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu
didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan
masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan
perekonomian nasional.
d)
Ideologi
Pancasila
merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan dan pengamalannya
masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila, bahkan saat
ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila cenderung tergugah dengan
adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau
kebebasan tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik
kiri maupun kanan.
e) Politik
Berbagai
masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa Indonesia saat
ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai, pemisahan TNI
dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini masih menjadi
permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena berbagai
masalah pokok inilah yang paling rawan dengan konflik sosial berkepanjangan
yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.
f)
Ekonomi
Sistem
perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat pemberdayakan
sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk kemitraan dan
kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal ini
dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat
pendapatan masyarakat dan meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya
lahan mata pencaharian yang layak.
g)
Sosial
Budaya
Kemajemukan
bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan
konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai
dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi
adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila
masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
h) Pertahanan
dan Keamanan
Bentuk
ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi
dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, informasi dan komunikasi . Serta sarana dan prasarana
pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi
dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar