Rabu, 06 Mei 2015

BUKTI KONFLIK KEPENTINGAN AKAR DARI MASALAH INTEGRASI NASIONAL



BUKTI KONFLIK KEPENTINGAN AKAR DARI MASALAH INTEGRASI NASIONAL
Sebagai tugas mata kuliah Integrasi Nasional
Dosen Pengampu:
Dra.Ch Baroroh,M.Si
Description: F:\LOGO UNS.jpg
Disusun oleh:

Nama   : Anggi Yoga Pramanda
                                    Nim     : K6414007






PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
SURAKARTA


Kekhawatiran tentang masalah integrasi nasional bangsa di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, pemerintahan  yang tengah berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru.  Segala hal yang terkait dengan Orde Baru termasuk format politik dan paradigmanya banyak dipertanyakan. Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah problem, yang diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala permasalahannya.
Penyebab timbulnya masalah integrasi nasional bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu masalah integrasi nasional bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik dewasa ini.  Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari pernyataan politik para elit maupun pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa, sebagai akibat masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan bahkan agama.  Hal ini menunjukkan bahwa para elit politik secara sadar maupun tidak sadar telah memprovokasi masyarakat.  Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat Indonesia sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan mudah terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik antar kelompok atau golongan.

Dalam ilmu-ilmu sosial, konflik terjadi akibat hubungan sosial yang bersifat negatif. Hubungan sosial yang bersifat positif adalah jika hubungan itu memberikan manfaat kepada sesamanya. Tetapi, bila hubungan-hubungan sosial itu tidak lagi memberikan manfaat, bahkan menciptakan ketidakadilan, ia akan berubah negatif. Inilah yang menimbulkan konflik.

  Di era reformasi ini, Indonesia tengah dihadapkan pada konflik sosial yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Lihatlah apa yang menimpa kehidupan sosial di Aceh, Papua, Maluku, Riau, Sampit- Palangkaraya, dan lain-lain. Rupanya, Puslitbang Politik dan Kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPW-LIPI) secara intens meneliti faktor- faktor ancaman dan potensi dis integrasi nasional itu.

Mereka melakukan penelitian ke daerah-daerah yang bergolak, seperti Aceh, Papua, Ambon, dan Riau. Hasil penelitian tim PPW-LIPI, yang dikoordinasikan oleh Riza Sihbudi, itulah yang dibukukan dengan judul Bara dalam Sekam ini. Di Aceh, misalnya, mereka melihat banyak faktor yang bertumpang tindih.

Masyarakat Aceh memiliki tradisi resistensi yang sangat kuat. Namun, Aceh juga merupakan pembela Republik terdepan yang tiada bandingannya. Tampaknya, kontribusi besar itulah yang diabaikan pemerintah pusat. Jakarta merasa cukup hanya dengan memberikan status "istimewa" sebagai imbalan atas jasa rakyat Aceh. Ironisnya, "keistimewaan" itu pun hanya tertuang di atas kertas.

Kekayaan alamnya, berupa gas alam dan minyak bumi, tidak pernah dinikmati secara adil dan proporsional oleh rakyat Aceh. Pemerintah pusat justru makin menindas dan memaksakan aspirasi politik ketika eksploitasi atas kekayaan Aceh berlangsung intens. Tuntutan keadilan dijawab dengan pemberlakuan Aceh sebagai daerah operasi militer.

Dengan demikian, akar persoalan Aceh bersumber dari kekecewaan masa lalu. Pembangunan yang dilakukan Orde Baru justru menimbulkan ketimpangan sosial, ekonomi, politik, serta sentralisme dan eksploitasi kekayaan alam oleh pusat, dan penghancuran kultur Aceh. Sementara itu, Papua, daerah yang kaya emas, nikel, dan tembaga, juga mengalami nasib yang nyaris sama.
Papua bergolak sejak pertengahan 1960-an, tak lama setelah Irian Barat kembali ke pangkuan Indonesia. Latar belakang tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat Papua berkisar pada soal distribusi hasil eksploitasi atas kekayaan alam mereka yang dirasakan tidak adil. Adanya pendekatan yang represif merupakan faktor lain yang menyebabkan integrasi Papua belum juga kunjung terselesaikan.
Adapun Riau, yang kaya minyak bumi, relatif tidak memiliki akar perlawanan yang kuat, seperti halnya Aceh dan Papua. Selama Orde Baru, rakyat Riau diam. Tapi, ketika Soeharto lengser pada Mei 1998, rakyat Riau mulai menghujat "pemerintah pusat" secara terbuka. Persoalan Riau bersumber pada ketidakadilan akibat eksploitasi yang dilakukan pusat.
Sedangkan konflik horizontal di Ambon dan Maluku, yang hingga saat ini belum juga reda, bersumber pada ketidakadilan di bidang sosial- ekonomi, politisasi birokrasi, melemahnya mekanisme tradisional, keterlibatan militer, adanya konflik kepentingan elite pusat dan elite lokal, serta isu agama. Dimensinya agak sedikit berbeda.

Tapi, pada umumnya, pergolakan di daerah merupakan akumulasi kekecewaan rakyat terhadap arah dan kecenderungan pembangunan yang memarjinalkan peran dan kontribusi masyarakat lokal. Pendekatan pembangunan yang cenderung eksploitatif dan menjadikan daerah sebagai "sapi perahan" pemerintah pusat merupakan faktor penting di balik kekecewaan itu. Buku ini tidak hanya mengidentifikasi akar masalah dan konflik di empat daerah tersebut, melainkan juga memuat solusi pemecahannya yang terbagi dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
    
Faktor-faktor Penyebab masalah Integrasi Nasional

a)      Geografi
Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga  memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergantung dari daerah lain.
b)     Demografi
Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan sulitnya kemampuan bersaing dan mudah dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan.
c)      Kekayaan Alam
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun  potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian nasional.
d)     Ideologi
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan.  Ideologi pancasila cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun kanan.
e)      Politik
Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai, pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena berbagai masalah pokok inilah yang paling rawan dengan konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.
f)       Ekonomi
Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN.  Hal ini dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata pencaharian yang layak.
g)      Sosial Budaya
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural.  Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai.  Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
h)     Pertahanan dan Keamanan
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun perkembangan  kemajuan  ilmu  pengetahuan   dan   teknologi,   informasi dan komunikasi . Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan   bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar