Jumat, 07 April 2017

FORMULASI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

A.    Formulasi Kebijakan Publik
1.      Perumusan Permasalahan
Secara umum bahwa konsep pemberdayaan dan pemberdayaan perempuan dipahami berbeda oleh aparat pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemahaman mereka tentang pemberdayaan dan pemberdayaan perempuan ternyata berbeda dengan ‘empowerment’ yang selama ini dianggap sebanding dengan istilah ‘pemberdayaan’. Bedanya adalah pemahaman terhadap istilah ‘pemberdayaan’ pada umumnya tidak dikaitkan dengan unsur ‘kekuasaan’ atau fenomena adanya ‘relasi kekuasaan yang timpang antara perempuan dan lak-laki’, tetapi dipahami sebagai sebuah upaya meningkatnya akses perempuan terhadap berbagai sumberdaya (ekonomi, politik, social, bidaya, dll) dan meningkatnya kemampuan perempuan di berbagai bidang (pendidikan, keterampilan, dll).
Pemahaman terhadap ‘pemberdayaan’ dan‘pemberdayaan perempuan’ semacam itu berdampak pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sejak masa orde baru tepatnya tahun 1978 sampai tahun 1998 telah banyak dokumen resmi Negara dan kebijakan Negara yang menyatakan: 1) Pentingnya peran atau keterlibatan perempuan dalam pembangunan; dan 2) Pentingkan meningkatkan kapasitas perempuan di berbagai bidang. Baru pada  tahun 1999 masa pemerintah reformasi isu ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dipahami sebagai salah satu hambatan proses pembangunan dan istilah ‘pemberdayaan perempuan’ muncul. Namun kenyataan adanya fakta ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender sepertinya dipahami setengah hati, artinya analisis pemerintah terhadap keadaan tersebut adalah dikarenakan rendahnya kapasitas perempuan. Mereka belum melihat dan mengakui (atau mungkin enggan melihat dan enggan mengakui) ada satu hal lain yang cukup penting yaitu kenyataan adanya relasi kekuasan yang timpang antara perempuan dan laki-laki di segala bidang
Pendekatan Pemberdayaan Perempuan yang dimaksud didasarkan pada asumsi bahwa untuk memperbaiki posisi perempuan,meskipun ada beberapa intervensi dari luar diri perempuan tetapi jika tanpa disertai upaya meningkatkan kekuasaan perempuan mengubah sendiri situasinya maka upaya memperbaiki posisi perempuan hanya angan-angan belaka. pendekatan pemberdayaan perempuan yang digunakan adalah selain didasarkan pada asumsi bahwa pemberdayaan perempuan tersebut sesungguhnya dapat dicapai oleh diri perempuan sendiri (the inside out) juga didasarkan asumsi bahwa ‘intervensi positif’  dari luar  (the outside in).Kebijakan pemerintah tentang pemberdayaan perempuan dapat dianggap sebagai intervensi yang berasal dari luar diri perempuan, oleh karena itu kebijakan ini harus didorong sebagai bagian dari ‘intervensi positif’ sebagai upaya pencapaiapan pemberdayaan perempuan
2.      Agenda Kebijakan
Pada umumnya istilah ‘pemberdayaan’ dalam wacana pemerintah dan kebijakan negara disandingkan dan tidak terlepas dari wacana pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah sebagai suatu kegiatan pengubahan berencana dan direncanakan memiliki tujuan untuk mengadakan perubahan perilaku (kondisi, afeksi dan keterampilan) positif dari khalayak sasaran pembangunan yang diharapkan dan dirancang untuk dapat menghasilkan kemanfaatan bagi orang banyak masyarakat secara keseluruhan.
Pembangunan yang dijalankan oleh bangsa Indonesia pada masa ini disebut dengan  Pembangunan Nasional yang mengacu pada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yaitu satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang (Rencana Pembangunan Jangka Panjang selanjutnya disebut  RPJP), menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah selanjutnya disebut  RPJM) dan tahunan (Rencana Pembangunan Tahunan selanjutnya disebut  RPT) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara  dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
Dalam naskah RPJM Nasional tahun 2004-2009 secara spesifik kembali perempuan disebut-sebut sebagai subyek pembangunan. Agak mirip dengan naskah GBHN tahun 1978 yang mensyaratkan pembangunan dapat dilakukan secara menyeluruh jika perempuan dan lak-laki ikut serta secara maksimal dalam berbagai bidang. Namun untuk rumusan RPJM 2004-2009 ini istilah yang digunakan tidak hanya pada ‘peran serta’ dan ‘proses pembangunan yang diharapkan menyeluruh’  tetapi sudah ditekankan pada konsekuensi proses pembangunan yang menyeluruh tersebut sebagai syarat berhasil tidaknya tujuan pembangunan selama jangka menengah ini. Hal ini dapat dilihat  dari rumusan agenda untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis adalah melalui terjaminya keadilan gender bagi peningkatan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan serta meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak
3.      Pemilihan Alternatif Kebijakan
Istilah  empowerment’ ini banyak dikritik oleh pemerintah dan beberapa LSM karena selalu dikaitkan dengan ide ‘mengambil alih kekuasaan’, padahal sebenarnya tidak demikian.  Bahwa pemberdayaan juga memiliki pengertian ‘power’, kekuasaan dan kekuatan. Dengan pengertian seperti itu maka pemberdayaan bisa diberi batasan luas sebagai penguasaan atas asset material, sumber-sumber intelektual dan ideologi.
Pemberdayaan juga sebagai sebuah proses menantang hubungan kekuasaan yang ada dan memperoleh penguasaan yang lebih besar atas sumber-sumber kekuasaan. Pemberdayaan terwujud sebagai re-distribusi (pembagian kembali) kekuasaan, apakah antar negara, klas, kasta, etnis, gender dan individu. Seiring dengan pemahaman tersebut maka tujuan pemberdayaan perempuan sekurang-kurangnya adalah:
1.      Untuk menantang ideologi patriarkhi, yaitu dominasi laki-laki atas perempuan.
2.      Mengubah struktur dan pranata yang memperkuat dan melestarikan  diskriminasi gender dan ketidaksamaan sosial (termasuk keluarga, kasta, kelas, agama, proses dan  pranata pendidikan, media, proses politik, model-model pembangunan, dan pranata pemerintah).
3.      Memberi kemungkinan bagi perempuan miskin untuk memperoleh akses kepada dan penguasaan terhadapsumber-sumber material maupun informasi.
Maka dari itu jelaslah bahwa proses pemberdayaan harus mempersoalkan semua struktur dan sumber kekuasaan. pandangan  tentang konsep pemberdayaan, memberi  kemampuan ekonomis tidak dengan sendirinya meningkatkan posisi sosial perempuan. Kenyataan empiris memperlihatkan bahwa perempuan yang mapan dari segi pendidkan dan mempunyai pekerjaan dengan upah yang baik masih tetap bisa mengalami perlakuan pelecehan, bahkan penganiayaan  oleh suami. Oleh karena itu yang perlu diperjuangkan adalah  memperbaiki keadaan maupun posisi  kaum perempuan itu sendiri  bukan hanya memperbaiki kapasitas
4.      Penetapan Kebijakan
Kebijakan mengenai pemberdayaan perempuan selalu dikaitkan dengan strategi pengarusutamaan gender (PUG). Sejak saat itu semua program pembangunan baik di tingkat Nasional maupun daerah harus memuat program pembangunan pemberdayaan perempuan yang mengacu pada strategi PUG. Kebijakan tersebut tertuang dalam  Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000  tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Melalui inpres tersebut Presiden mengintruksikan kepada jajaran eksekutif (Gubernur, Bupati dan Walikota) untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender sebagai bagian pembangunan nasional.
Satu tahun setelah itu menteri pemberdayaan perempuanmengeluarkan surat keputusan, yaitu  SK No. 23/SK/Meneg.PP/VI/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pemberdayaan Perempuan di Provinsi, Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonom. Surat keputusan ini juga merupakan pedoman untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai otonom, khususnya pada pasal 2(4b).Dalam naskah penjelasannya surat keputusan tengan standar SPM menyatakan bahwa maksud dan tujuan penetapan SPM di bidang  pemberdayaan perempuan adalah: (1) Sebagai salah satu cara untuk menjamin dan mendukung  pelaksanaan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota; (2) Sebagai bagian dan akuntabilitas kinerja pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pembangunan pemberdayaan perempuan, kesejahteraan dan perlindungan anak di daerah; dan (3) Sebagai instrument pembinaan dan  pegawasan pemerintah terhadap daerah, khususnya dalam melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan.
5.      Model Formulasi Kebijakan
Dari uraian diatas bahwa adanya kesenjangan gender yang begitu luas.  Tuntutan tentang Pemberdayaan perempuan dan tercapainya kesetaraan gender merupakan masalah hak asasi manusia dan ketidakadilan sosial, dan salah bila dipersepsikan sebagai isu perempuan saja, karena masalah dan kondisi sosial tersebut merupakan persyaratan dalam proses pembangunan masyarakat yang adil dan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional oleh Presiden Abdurrahman Wahid, pengarusutamaan gender ditetapkan menjadi salah satu strategi yang dapat membawa kaum perempuan untuk ikut mengambil bagian dalam pembangunan nasional. Sehingga model perumusan/Formulasi kebijakan tersebut adalah model sistem yang mana kebijakan muncul dari tuntutan/ dukungan dari yang berkepentingan lalu ditranformasikan kedalam sebuah proses penyusunan kebijakan dan mengahsilkan output kebijakan tentang pengarusutamaan gender.

B.     Implementasi Kebijakan
Kebijakan pemberdayaan perempuan diimplementasikan  melalui program pemberdayaan perempuan. Koordinasi program pemberdayaan perempuan oleh pemerintah dilakukan di tingkat Nasional (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan), Provinsi Badan/Kantor/Bidang/Sub Bidang Pemberdayaan Perempuan tingkat Provinsi), Kabupaten/Kota (Kantor/Badan/Bidang/Sub Bidang Pemberdayaan Perempuan tingkat kabupaten/kota).
Secara garis besar program pemberdayaan perempuan meliputi atau semua bermuara pada: (1) meningkatkan kualitas hidup perempuan; (2) meningkatkan perlindungan perempuan; (3) penguatan kelembagaan PUG; dan (4) keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan. Beberapa hal penting bahwasanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak semua diketahui oleh perempuan yang seharusnya menjadi sasaran utama dari kebijakan tersebut. Program pemberdayaan perempuan yang dirasakan positif oleh perempuan adalah: (1) Program pemberdayaan perempuan yang dapat menyelesaikan lebih dari satu masalah; (2) program  pemberdayaan perempuan yang meningkatkan kapasitas (pengetahuan, keterampilan) dan (3) program pemberdayaan perempuan yang meningkatkan ‘kualitas hidup perempuan’.
Kebijakan-kebijakan yang mengatur pelaksanaan pembangunan pemberdayaan perempuan di bagi menjadi beberapa sektor yaitu  :
a.       Sektor Pendidikan
Peraturan Bersama menteri pemberdayaan perempuan, menteri dalam negeri dan menteri pendidikan nasional mengenai percepatan pemberantasan buta aksara perempuan adalah salah satu diantara kebijakan pemberdayaan perempuan spesifik di bidangpendidikan. Kebijakan ini muncul karena sampai dengan dikeluarkannya peraturan bersama ini tahun 2005 jumlah buta aksara perempuan masih tinggi yang mengakibatkan rendahnya kualitas sumberdaya perempuan.
b.      Sektor Kesehatan
Kebijakan pemberdayaan perempuan spesifik bidang kesehatan yang melibatkan berbagai instansi pemerintah terkai tadalah Rencana Aksi Nasional Pemenuhan Hak Reproduksi Perempuan (RAN-PHRP) yang dicanangkan tahun 2008 - 2013. Ruang lingkup hak reproduksi perempuan yang dimaksud adalah kesehatan reproduksidan hak reproduksi perempuan
c.       Sektor Politik
Kebijakan di bidang politik yang dimaksud disini adalah kebijakan yang terkait dengan partisipasi politik, secara aktif melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan kewajiban sebagai warga Negara, yakni mempengaruhi kebijakan publik. Mengacu pada pengertian tersebut maka indikator yang dapat dilihat apakah kebijakan Negara di bidang politik telah membawa pengaruh positif atau tidak berpengaruh positif bagi perempuan adalah dengan melihat keterlibatan perempuan di public untuk mempengaruhi kebijakan publik. Untuk dapat mempengaruhi kebijakan public salah satu caranya adalah dengan menduduki posisi-posisi strategis, diantaranya : 1) legeslatif; 2) Sebagai PNS yang menduduki jabatan eselon 1,2 (kepala kantor).
d.      Sektor Ekonomi
Untuk mengakomodir kepentingan perempuan mengembangkan potensi di bidang ekonomi ini, pemerintah beberapa waktu lalu mencanangkan dan mensosialisasikan Program Perempuan Keluarga Sehat dan dan Sejahtera (Perkassa) dan Program Kredit Usaha Rumah Tangga (Krista). Kedua program ini sengaja dibentuk untuk memberdayakan perempuan agar mereka dapat berkiprah lebih banyak dan secara profesional dapat membangun ekonomi demi kesejahteran keluarga.
C.    Evaluasi Kebijakan
Pemahaman ‘setengah hati’ terhadap pemberdayaan berdampak pada implementasi kebijakan atau program-program pemberdayaan perempuan di tingkat yang paling tinggi hingga rendah. Sehingga evaluasi kebijakan merupakan cara yang tepat untuk mengungkapkan seberapa jauh kebijakan tersebut diimplementasikan
Adapun evaluasi terhadap kebijakan tersebut
·         Walau secara umum kebijakan/program/kegiatan yang responsif gender telah ada di berbagai sektor, namun cakupannya masih terbatas dan umumnya masih dalam bentuk wacana (belum dilaksanakan). Hal ini terutama disebabkan oleh masih sangat terbatasnya pemahaman tentang kaitan gender dengan isu-isu spesifik sektor pada unit-unit kerja yang ada.
·         Masih banyak perencana yang beranggapan bahwa kebijakan/program/kegiatan di sektor mereka sebagai ’netral gender.’
·         Rencana Aksi Daerah sebagai penerapakan dari kebijakan/program/kegiatan nasional yang responsif gender serta tindak lanjut pelaksanaan PUG di daerah dapat dikatakan belum ada.
·          Masih terbatasnya penelitian-penelitian tentang isu-isu gender yang terkait dengan isu-isu spesifik sektor sebagai data pembuka wawasan.
·         Program pemberdayaan perempuan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak didasarkan pada kebutuhan perempuan sungguh
·         Program pemberdayaan perempuan pada umumnya hanya terfokus pada akses perempauan terhadap sumberdaya tertentu dan peningkatan kapasitas perempuan terhadap keterampilan tertentu.
·         Masih  ada program-program pemberdayaan masyarakat yang sulit diakses oleh perempuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar