Jumat, 07 April 2017

Radikalisasi dan Kapitalisme Agraria



Setelah membaca artikel tersebut saya berpendapat bahwa,kebijakan dan kegiatan alih fungsi lahan pertanian merupakan sesuatu kebutuhan dan tantangan yang tidak bisa dihindari dan secepatnya perlu diatasi dengan tepat dan mantap untuk kelangsungan hidup bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.  Banyak faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan salah satunya adalah peraturan yang di buat oleh pemerintah (UU). Peraturan yang dibuat lebih condong ke arah kapitalis sehingga merugikan rakyat, oleh karena itu perlu adanya revisi peraturan dan penerapannya tegas tanpa pandang bulu khususnya RTRW dan perijinan serta mekanismenya dengan mencantumkan sanksi yang tegas dan berat bagi pelanggarnya khsususnya pelanggar yang menyangkut perijinan, perubahan status tanah, dll.
Kebijakan yang pro rakyat (memperhatikan benar-benar kepentingan rakyat termasuk hak kepemilikan dan pengelolaan tanah pertanian) dan pemerintah yang menjalankannya selalu berusaha mewujudkan pemerintahdan pemerintahan yang bersih.  Model kebijakan peruntukan dan penggunaan tanah untuk penanaman modal yang ideal adalah kebijakan yang mengandung recht idee Indonesia yakni penananman modal yang pro rakyat. Kebijakan ini harus menjunjung tinggi kearifan lokal dan keutamaan hak rakyat untuk memperoleh manfaat dari peruntukan dan penggunaan tanah di bidang penanaman modal.
Menurut saya soal radikalisasi petani, merupakan bentuk perlawanan petani dalam refleksi ketertindasan. Petani kecil yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup menjadi stereotip yang digunakan perusahaan/lembaga Internasional dalam mengintrodusir agenda ekspansi modalnya. Namun kasus-kasus akhir ini memutar balikan fakta memperlihatkan bahwa petani telah dewasa dan cerdas menyikapi keberadaannya sebagai produsen yan memiliki kekuatan tawar menawar. Tetapi rasinalitas itu tidak membuat mereka lantas bertarung dalam sistem kapitalisme yang telah masuk ke pedesaan.
Karena semua ini hanya sebuah refleksi pemberontakan terhadap keputusasaan menhadapi tuntutan hidup yan kiat hari kain menjepit. Ketika derap pembanguan semakin menggebu, posisi petani kecil ini kian terpinggirkan dari tanah kelahiran mereka sendiri. Mereka yang semakin tersudut ruang geraknya, mulai sadar akan ketersudutannya. Rasionalitas petani yang mulai terkuak bercampur dengan emosi ketertindasannya telah melahirkan gejolak-gejolak perlawanan. Perjuangan mereka memang bukanlah perjuangan yang politis untuk kekuasaan, tetapi hanya sekedar untuk hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar